Mohon tunggu...
Rufman I. Akbar
Rufman I. Akbar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Tangerang Selatan

Minat di bidang Pendidikan dan Sistem Informasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Proses Pencapaian Jabatan Profesor

28 Juli 2024   08:48 Diperbarui: 29 Juli 2024   21:02 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Profesor. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Di balik gelar prestisius "Profesor" di Indonesia, tersembunyi carut-marut proses pencapaian yang kerap menjadi sorotan. Birokrasi yang berbelit, standar yang ambigu, serta praktik kurang etis menjadi batu sandungan bagi para akademisi yang berjuang meraih gelar ini.

Salah satu masalah utama adalah lamanya proses pengurusan berkas dan penilaian angka kredit. Seringkali, dosen harus menunggu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk mendapatkan kepastian status pengajuan profesor mereka. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan frustrasi, terutama bagi mereka yang telah memenuhi syarat akademik.

Selain itu, standar penilaian yang kurang jelas dan konsisten juga menjadi masalah. Kriteria penilaian seringkali bersifat subjektif dan bergantung pada interpretasi tim penilai. 

Akibatnya, ada dosen yang merasa dirugikan karena hasil penelitian mereka tidak dihargai secara adil, sementara yang lain mungkin mendapatkan kemudahan karena memiliki koneksi atau relasi tertentu. 

Jika terjadi perantian reviewer, maka tidak jarang penilaian objek menjadi berubah. Poin-poin yang sudah di setujui reviewer sebelumnya, menjadi hal yag dipertanyaan atau bahkan ditolak oleh reviewer baru. 

Terkadang sebaliknya. Selain kualitas reviewer, kuantitasnyapun sering bermasalah. Terkadang sudah enam bula lebih setelah pengajuan, tetap belum di review -- dengan alasan belum tersedia reviewer alias antrian Panjang.

Praktik kurang etis seperti plagiarisme, jual beli jurnal, dan manipulasi data penelitian juga menjadi momok dalam proses pencapaian profesor. Jurnal-jurnal predator pun juga bermunculan di Indonesia. 

Meskipun ada sanksi bagi pelaku kecurangan, namun penegakan hukum yang lemah membuat praktik ini masih marak terjadi. Hal ini tentu saja merusak kredibilitas gelar profesor dan merugikan akademisi yang bekerja keras dengan jujur.

Carut-marut ini tidak hanya merugikan individu dosen, tetapi juga berdampak pada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. 

Dosen yang frustrasi dengan proses birokrasi mungkin kehilangan motivasi untuk berkarya, sementara praktik kecurangan merusak integritas akademik. Beberapa orang yang frustasi, akhirnya membatalkan proses untuk menjadi professor dan memilih pension dari dosen.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi menyeluruh dalam sistem pencapaian profesor. Birokrasi harus disederhanakan, standar penilaian harus diperjelas dan dikonsistenkan, serta penegakan hukum terhadap praktik kecurangan harus diperkuat. 

Hanya dengan begitu, gelar profesor di Indonesia dapat kembali menjadi simbol keunggulan akademik yang sebenarnya.

Sejarah Profesor di Indonesia

Sejarah gelar profesor di Indonesia bermula pada masa kolonial Belanda. Pada tahun 1924, Hussein Djajadiningrat menjadi orang Indonesia pertama yang menyandang gelar guru besar dan berhak menggunakan atribut profesor dari Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta.

Setelah kemerdekaan, tidak ada peraturan yang jelas mengenai pengangkatan profesor. Pada tahun 1962, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, Tojib Hadiwijaya, mengeluarkan Surat Keputusan No. 74 Tahun 1962 sebagai pedoman sementara mengenai pengangkatan guru besar dan penggunaan gelar profesor.

Seiring berjalannya waktu, gelar profesor di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan. Pada awalnya, dosen dengan gelar magister (S2) bahkan sarjana (S1) bisa menjadi guru besar/profesor. Namun, sejak tahun 2007, hanya mereka yang memiliki gelar doktor (S3) yang bisa menjadi profesor.

Jenis-Jenis Profesor di Indonesia

Profesor Akademik

Profesor akademik adalah jabatan fungsional tertinggi di perguruan tinggi. Mereka memiliki tanggung jawab utama dalam pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Landasan hukum untuk profesor akademik terdapat dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2006 tentang Jabatan Fungsional Guru Besar2.

Profesor Riset

Profesor riset merupakan puncak karier bagi peneliti di lembaga penelitian pemerintah, seperti BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Mereka harus memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta rekam jejak penelitian yang gemilang.

Profesor Kehormatan

Profesor kehormatan diberikan sebagai penghargaan kepada individu dari kalangan non-akademik yang memiliki kompetensi luar biasa.

Pengangkatan profesor kehormatan diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi2.

Adjunct Professor, Assisten Professor, dan Associate Professor

Meskipun secara normatif hanya ada Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar di perguruan tinggi Indonesia, istilah-istilah seperti Adjunct Professor, Assisten Professor, dan Associate Professor lebih umum digunakan di luar negeri. 

Relative sering digunakan jika sudah mencapai associate Professor. Di beberapa negara tetangga, cukup sering orang menggunakan gelar Assisten Professor.

Malaysia memiliki jenjang yang lebih beragam

Profesor Diraja (Royal Professor): Gelaran ini adalah yang tertinggi dan hanya dianugerahkan oleh Yang di-Pertuan Agong. Profesor Diraja memiliki peran khusus dalam memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan di negara ini.

Profesor Ulung (Distinguished Professor): Profesor Ulung diakui karena keunggulan dalam penelitian dan penerbitan. Mereka telah memberikan dampak besar pada bidang akademik dan pengetahuan.

Profesor Klinikal (Clinical Professor): Profesor yang memiliki keahlian khusus di bidang klinis, seperti kedokteran atau psikologi klinis.

Profesor Laureate (Laureate Professor): Profesor yang diakui secara internasional karena kontribusi luar biasa dalam penelitian atau bidang tertentu.

Profesor Kursi (Chair Professor): Profesor yang memegang kursi kehormatan di universitas dan seringkali memiliki peran kepemimpinan.

Profesor Universiti (University Professor): Profesor yang memiliki tanggung jawab utama dalam pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Profesor Praktis (Practical Professor): Profesor yang memiliki pengalaman praktis di industri atau profesi tertentu.

Profesor Pelawat (Visiting Professor): Profesor dari universitas lain atau ahli terkemuka yang diundang untuk memberikan kuliah atau penelitian di universitas tertentu.

Terlepas dari carut-marut yang terjadi, secara fakta kita memang masih membutuhkan banyak professor untuk meningkatkan mutu Pendidikan kita. Professor ini dibutuhkan untuk jenjang Pendidikan S3, S2, bahkan juga S1. 

Pemerintah diharapkan dapat memberikan kemudahan, tetapi tidak menggampangkan proses pencapaian professor ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun