Mengira Perang Dunia ke II belum usai, Nakamura setia hidup di hutan belantara menantikan "hari kemenangan".
Hidup di hutan belantara pegunungan Galoka Nakamura terus menantikan rekan-rekannya bala tentara Jepang yang akan menjemputnya.
Bukan tanpa alasan, Nakamura selalu teringat kata-kata komandannya "Tetaplah bertahan. Suatu saat nanti Angkatan Darat Jepang akan datang. Kendati seratus tahun lagi" kata Mayor Kawashima (komandan yang dimaksud).
Ketika pada tahun 1950an Nakamura masih tinggal bersama para prajurit Jepang lainnya yang tak mau menyerah kepada sekutu. Lantas pada tahun 1956 Nakamura tidak mau lagi mengikatkan dirinya dengan prajurit-prajurit lainnya.
Di dalam hutan Nakamura membuat sendiri sebuah pondok kecil yang beratap rotan dan berdinding kayu.
Saat ditanyakan mengapa dia ingin memisahkan diri dengan para prajurit lainnya. Nakamura menjawab bahwa mereka akan membunuhnya. Namun para prajurit yang dimaksud membantah akan hal itu.
Ketika ditemukan, Nakamura sendiri sebenarnya ingin langsung direpatriasi ke Taiwan, namun singgah dulu di Jepang.
Setelah perundingan yang cukup alot, Nakamura akhirnya dipindahkan ke Cina dan bertemu kembali dengan istri dan keluarga besarnya. Hingga pada akhirnya Nakamura meninggal dunia di Cina karena kanker paru-paru pada 15 Juni 1979.
Proses penemuan Nakamura sendiri berawal ketika di pertengahan tahun 1974 seorang warga Desa Pilowo bernama Luther Goge datang ke Makosek (Markas Komando Sektor Kepolisian) Pulau Morotai untuk melaporkan tentang adanya seorang prajurit Jepang tua yang hidup bersembunyi di hutan belantara.
Sesudah itu tim pencari fakta yang dipimpin Letnan 1 Supardi berhasil menaiki puncak Gunung Galoka. Dalam teropongnya, Supardi melihat sosok Nakamura yang tidak mengenakan sehelai kain pun sebagai penutup tubuhnya.
Supardi mendengar suara-suara babi hutan dan burung Rangkok. Namun kemudian diketahui jika suara-suara itu berasal dari mulut Nakamura untuk menyamarkan aktivitasnya agar tidak memancing perhatian orang.