Ketika Kerajaan Islam Mataram menjadi penguasa di Jawa, maka itulah yang menyebabkan bahasa Sunda mulai mengenal tingkatan seperti bahasa Jawa.
Saya pernah mendengar orang-orang Baduy yang hanya menggunakan bahasa Sunda kasar. Seperti silaing (kalian), yang dalam bahasa halusnya adalah anjeun.
Atau aing (saya), mantog (pergi), dan sebagainya.
Propinsi Banten dulunya memang bagian dari propinsi Jawa Barat. Namun berdasarkan keputusan undang-undang Nomor 23 Tahun 2000, Banten menjadi propinsi tersendiri yang terpisah dari Jawa Barat.
Ketika Islam Mataram menjadi penguasa di Pulau Jawa pada abad ke 16, maka setidaknya bahasa Sunda terpengaruhi oleh bahasa Jawa, namun orang-orang Baduy di Banten ternyata tidak tersentuh oleh pengaruh dari luar.
Suku Baduy yang bermukim di Lebak, Banten memang cukup menarik perhatian. Mereka dikenal enggan beradaptasi dengan teknologi.
Mereka pun masih banyak yang menganut kepercayaan animisme, atau yang dikenal sebagai Sunda Wiwitan.
Jika hendak bepergian, mereka tidak diperbolehkan naik kendaraan. Mereka akan berjalan kaki, secara beriringan (tidak boleh menyamping).
Mereka benar-benar sangat memegang teguh adat istiadat dan tradisi leluhur mereka. Itulah sebabnya, atau mungkin juga penguasa Mataram pada masanya menghormati adat mereka, maka mereka hingga kini masih mempertahankan bahasa kasar (bahasa Sunda kuno).
Mereka sampai kini tidak mengenal tingkatan bahasa, seperti saudara-saudara mereka yang tinggal di propinsi Jawa Barat.
Orang Baduy memang tetap teguh memegang prinsip menutup diri dari dunia luar seperti yang dipesankan oleh leluhur mereka.