Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Biografi Toeti Heraty Noerhadi, Arief Budiman Menambah Satu Kriteria Lagi, Demonstran

14 Juni 2021   09:04 Diperbarui: 14 Juni 2021   09:36 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toeti Heraty Noerhadi saat dikunjungi Presiden Jokowi (pikiran-rakyat.com)


Indonesia kembali dinaungi kabar duka. Penulis, budayawan, dan akademisi Toeti Heraty Noerhadi menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Minggu, 13 Juni 2021.

Kabar duka ini salah satunya disampaikan juga oleh penulis Okky Madasari di akun Instagramnya.

"Selamat jalan ibu Toeti....," tulis Okky.

Wanita kelahiran Bandung, Jawa Barat, 27 Nopember 1933 meninggal di Rumah Sakit MMC (Metropolitan Medical Centre) Kuningan, Jakarta, pukul 05.10 karena sakit. Dalam usianya yang ke 87 tahun.

Di Facebook, penerbit Mata Bangsa, Buldanul Khuri, juga menulis kabar duka itu, Minggu (13/6/2021).

Buldanul mengatakan jenazah Toeti dibawa ke Rumah Duka jalan Cemara No. 6 Menteng, Jakarta Pusat dan dimakamkan siang (Minggu, 13/6/2021) di TPU Karet Bivak.

Buldanul memohon masyarakat memanjatkan doa untuk ibu Toeti Heraty.

Almarhumah Toeti Heraty Noerhadi Rooseno meninggalkan empat orang anaknya, dua di antaranya, Inda dan Cita adalah kembar. Dan empat cucu.

Anak dari dari pasangan Dr. Rooseno Soerjohadikoesoemo dan RA Oentari itu menamatkan sarjana muda kedokteran dari Universitas Indonesia pada tahun yang ditekuninya kurun 1951-1955.

Toeti adalah anak sulung dari enam bersaudara tokoh pendidikan teknik Indonesia, Prof. Ir. Rooseno.

Selain dunia kedokteran, Toeti juga berkecimpung di dunia psikologi dan filsafat. Gelar Doktor dalam ilmu filsafat diraihnya dari Universitas Indonesia pada tahun 1979.

Sebelumnya, dia menjadi sarjana Filsafat yang dikantongi nya dari Rijk Universiteit, Leiden, Belanda. Dia juga mendapatkan gelar sarjana psikologi pada tahun 1962 dari Universitas Indonesia.

Kehebatan dan kecerdasannya yang multi talenta terbukti. Prof. Dr.  Toeti Heraty juga sempat menjabat dan mengajar di berbagai jurusan di sejumlah perguruan tinggi. Antara lain di Universitas Padjadjaran Bandung.

Sebagai Ketua jurusan sastra Universitas Indonesia, ketua program Pascasarjana Bidang Filsafat UI, dan banyak lagi.

Belum cukup sampai disitu, Toeti juga pernah mengikuti berbagai festival internasional di di luar negeri terkait bidang kepenulisan atau sastra, antara lain di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat dan di Rotterdam, Belanda.

Karya puisi-puisinya banyak diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di antaranya Perancis, Rusia, Jerman, Inggris, dan Belanda.

Toeti bahkan dijuluki sebagai "satu-satunya penyair kontemporer wanita di Indonesia".

Puisi-puisinya konon sulit dimengerti.

Toeti sempat menerbitkan sejumlah kumpulan puisinya, antara lain pada tahun 1974, dan tahun 1982.

Dia juga banyak menulis terkait dunia kewanitaan. Calon Arang Kisah Perempuan Korban Patriarki (2000). Emansipasi Wanita Menurut Simon du Beauvoir (1961), Hidup Matinya Sang Pengarang (2000)

Karya-karya puisinya antara lain, Sembilan Kerlip Cermin, Aku Dalam Budaya, Mimpi dan Pretensi (kumpulan sajak, terbit 1982).

Kumpulan sajak Dunia Nyata ditulisnya kurun 1966-1969.

Dalam ajang International Book Fair Di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada tahun 2014, Toeti bersama Sapardi Djoko Damono sempat meluncurkan buku Kumpulan Puisi Perempuan Indonesia-Malaysia.

Jika Maria Hartiningsih jurnalis koran Kompas mengutip pernyataan antropolog Belanda Dr Tine Husner, bahwa Toeti adalah wanita yang menjadi pebisnis, pegiat budaya, pemilik galeri, penyair, dan profesor.

Sedangkan cendekiawan Arief Budiman menambahkan satu lagi "profesi" Toeti, apa itu?

Demonstran!

Di akhir masa pemerintahan Orde Baru, Toeti merupakan salah satu tokoh gerakan unjuk rasa SIP (Suara Hati Ibu). Rapat-rapat digelar di gedung milik Toeti, yaitu Gedung Biro Oktroi Rooseno.

Aksi damai itu diadakan pada 23 Pebruari 1998 di Bundaran HI.

Suara Hati Ibu itu menyuarakan keprihatinan ibu-ibu yang paling merasakan gejolak ekonomi dengan naiknya harga-harga.

Karena kebesaran karya-karya dan cerdik cendekia nya, Toeti sempat dikunjungi Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Ketua Mahkamah Konstitusi Jimmy Ashiddiqie menjadi salah satu tokoh yang turut merasa berduka cita atas kepergian Toeti.

Dalam Twitternya, Jimmy menulis Toeti Heraty akan selalu dikenang ilmuwan dan cendekiawan Indonesia.

Ucapan dukacita dan karangan bunga datang dari sejumlah tokoh lainnya, seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan lain-lain.

Selamat jalan ibu Toeti Heraty Noerhadi. Karyamu abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun