Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Klein Napoleon" Daendels Memberi Upah kepada Para Pekerja, tapi Uangnya Dikorupsi Bupati

2 Juni 2021   11:06 Diperbarui: 2 Juni 2021   11:10 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Herman Willem Daendels. Sejauh ini "Mas Galak" dikenal sebagai seorang yang sangat bengis.

Itulah sebabnya orang-orang Jawa menyebut Daendels dengan "Mas Galak" karena Daendels dikenal sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang paling bengis di antara Gubernur Jenderal Hindia-Belanda lainnya yang pernah menjabat.

Selama pemerintahannya (1815-1818) sebagai penguasa Hindia-Belanda, Daendels memaksa penduduk Jawa untuk membuat jalan raya sepanjang 1.000 kilometer yang menghubungkan antara Anyer di ujung barat hingga ke Panarukan di ujung timur Pulau Jawa.

Konon, para pekerja itu bekerja rodi. Tak pelak lebih dari 30.000 pekerja tewas dalam prosesnya karena mereka harus membongkar hutan belantara yang lebat, menembus bebatuan atau gunung yang terjal.

Namun ada yang membuat heboh di media sosial pada bulan Pebruari 2021 lalu.

Akun Twitter Teddy Septiansyah menjadi heboh dan di-like lebih dari 100.000 warganet berkaitan dengan postingannya yang menulis bahwa sebenarnya Daendels membayarkan upah pekerja sebesar 30.000 ringgit.

Akan tetapi uang yang diberikan pada tahap pembangunan Bogor ke Cirebon itu tidak sampai ke tangan para pekerja atau mandor yang mengawasi, karena uangnya dikorupsi oleh Bupati.

Seperti diketahui, Daendels yang ditunjuk Raja Belanda menjadi penguasa di Hindia-Belanda melaksanakan salah satu arahan dari Raja Luois, yaitu dengan membangun Jalan Raya Pos atau Grote Postweg sejauh 1.000 kilometer dengan maksud untuk mobilitas pasukan seandainya Inggris menyerang Belanda di Pulau Jawa.

Diangkat mulai 28 Januari 1807, Raja Louis di Belanda memberikan tugas yang dibagi kedalam dua pokok, yaitu tugas militer dan tugas di bidang politik/pemerintahan.

Jadi pembangunan Grote Postweg itu termasuk ke dalam tugas militer. Seperti diketahui pada saat itu, Belanda bermusuhan dengan Inggris. Jika sewaktu-waktu Inggris menyerang Belanda di Jawa, maka mereka dapat memobilisasi pasukannya dengan adanya jalan raya itu.

Sedangkan di bidang politik/pemerintahan adalah membatasi kekuasaan raja-raja yang ada di Jawa terhadap rakyatnya. Daendels juga membagi Jawa bagian timur menjadi 5 propinsi.

Jika sebelumnya, di era VOC, para bupati merupakan penguasa di daerahnya. Maka di masanya Daendels menempatkan para kepala daerah itu di bawah susunan birokrasinya.

Namun mengapa Daendels malah kecolongan?

Terkait pemberian upah yang sebesar 30.000 ringgit, strukturnya adalah uang itu diberikan dulu kepada residen. Dari residen diberikan kepada bupati. Barulah bupati yang memberikan langsung kepada para pekerja atau mandor.

Dalam penelitiannya pada tahun 2015, sejarawan dari Universitas Indonesia, Djoko Marihandono, mengatakan dia menemukan jika bukti penyerahan uang ke bupati dari residen ditemukan.

Akan tetapi bukti pemberian uang ke para pekerja tidak ditemukan.

"Bukti penyerahan uang ke bupati ada, tapi bukti penyerahan uang ke para pekerja belum ada/diketemukan," kata Djoko.

Sangat mengejutkan apa yang diungkapkan oleh Djoko. Karena selama ini Daendels melakukan kerja paksa yang sangat bengis dengan tidak membayar upah.

"Mungkin juga diberikan, tapi yang jelas Daendels memberikan upah, bukan kerja paksa," tutur Djoko.

Bisa jadi, uang itu dikorupsi oleh bupati. Ternyata korupsi bukan saja terjadi di era masa modern sekarang ini, tetapi juga terjadi di masa Daendels. Bahkan mungkin sudah terjadi di masa-masa kerajaan Majapahit.

Di masa mudanya, Daendels yang kelahiran Hattem, Gelderland, Belanda, 21 Oktober 1762 itu, sempat melarikan diri bersama sekumpulan pemberontak Belanda lainnya ke Perancis (1780 dan 1787).

Di Perancis, Daendels menyaksikan langsung Revolusi Perancis yang sangat tersohor di dunia pimpinan Napoleon Bonaparte.

Pada tahun 1806, Raja Belanda, Louis, memanggil Daendels untuk berbakti lagi kepada Belanda. Dan atas usulan dari Napoleon Bonaparte, Raja Louis mengirimkan Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jenderal (yang ke 36) menggantikan Gubernur Jenderal sebelumnya, Abraham de Veer.

Masa pemerintahannya sebagai penguasa di Hindia-Belanda berlangsung antara tahun 1808-1811 adalah masa-masa dimana Belanda dipengaruhi oleh Perancis.

Oleh karenanya, tak heran Daendels lantas dijuluki oleh orang-orang Perancis sebagai Napoleon Kecil, atau Klein Napoleon.

Dengan sendirinya, banyak buku-buku tentang H.W. Daendels yang terbit di Perancis. 

Semasa pemerintahannya Daendels dikenal sebagai anti korupsi. Salah satu buktinya dia menerapkan sistem birokrasi. Namun konon, Daendels sendiri korupsi dan dituduh memperkaya diri sendiri.

Apakah Daendels mengetahui jika uangnya dikorupsi oleh Bupati? Mungkin saja dia mengetahuinya, tapi tidak bertindak apa-apa, karena dia sendiri korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun