Pahlawan fisik kemerdekaan Indonesia sudah sering kita dengar. Mereka berjuang demi tanah air, bangsa, dan negara.
Jika bangsa sendiri yang menjadi pahlawan, itu sudah terbiasa kita dengar. Namun di Jawa Barat ada seorang pahlawan asal Korea yang berjuang demi ibu pertiwi. Kisah nyata yang menarik perhatian.
Mengapa Yang Chil-seong, warga Korea yang dimaksud bisa sampai "terdampar" ke Indonesia, tepatnya ke Garut, Jawa Barat?
Pada masa-masa 1940an Korea sama-sama diduduki oleh Jepang, seperti halnya dengan Indonesia.
Yang Chil-seong yang kelahiran Wanju, propinsi Jeolla, Korea Selatan, 29 Mei 1919 ini termasuk salah seorang yang dipaksa menjadi tentara Jepang.
Jepang memberikan tugas kepada Yang Chil-seong untuk menjaga tawanan di Indonesia, tepatnya di Kota Bandung, Jawa Barat.
Namun setelah Jepang kalah oleh sekutu dan Perang Dunia ke II berakhir, Yang Chil-seong tidak mau pulang ke negaranya. Dalam perjalanannya, Yang Chil-seong lantas bergabung kelompok PPP (Pasukan Pangeran Papak) di Garut.
Dia pindah ke Garut ini bersama dua orang lainnya asal Jepang, yaitu Hasegawa dan Masahiro Aoki. Ternyata tidak semua orang Jepang jahat. Kedua orang Jepang itu ikut berjuang demi tanah air melawan Belanda.
Setelah bergabung dengan PPP, penduduk setempat memberi nama baru kepada tiga orang pahlawan tersebut. Yang Chil-seong diberi nama Komarudin, Hasegawa diberi nama Abubakar, dan Masahiro Aoki diberi nama Usman.
Karena Komarudin sebelumnya memang pandai dalam membuat bom. Di PPP ini dia juga membuat bom, dan bom itu digunakan untuk menghancurkan jembatan yang kini bernama Jembatan Jalan Perintis Kemerdekaan.
Dengan dihancurkannya jembatan itu, maka Belanda tidak bisa memasuki wilayah Garut.
Namun sayangnya aksi Komarudin yang dibantu oleh juga oleh Abubakar dan Usman itu harus berakhir karena mereka tertangkap di tempat persembunyiannya di Gunung Dora, perbatasan antara Garut dan Tasikmalaya.
Hal tersebut memungkinkan karena pasukan Belanda berkekuatan besar. Kendati jembatan sudah dihancurkan namun Belanda mencari jalan lain dan tempat persembunyian Komarudin, Abubakar, dan Usman dibocorkan oleh mata-mata yang berkhianat.
Ketiganya dan seorang pribumi anggota PPP lainnya yang bernama Djoehana dieksekusi Belanda.
Komarudin dieksekusi dengan cara ditembak mati. Dia gugur pada tahun 1949 dalam usianya yang ke 30 dan meninggalkan seorang anak yang bernama Edi Jawan yang baru berusia 1 tahun.
Yang Chil-seong sendiri menikah dengan seorang wanita asli Indonesia asal Garut dan lantas memeluk agama Islam.
Sedangkan Djoehana mendapatkan hukuman seumur hidup di lapas Cipinang.
Mereka dimakamkan di TPU Pasir Pogor. Dan pada tahun 1975 jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut, Jawa Barat.
Selanjutnya, sejarawan asal Korea dan Jepang mengadakan riset untuk mencari informasi soal identitas yang lebih lengkap Yang Chil-seong. Kedua sejarawan itu berhasil mengumpulkan informasi dari beberapa orang rekan-rekan seperjuangan Yang Chil-seong yang masih hidup.
Pada tahun 1995, pemerintah Indonesia dan perwakilan Korea Selatan mengadakan upacara penggantian nisan Yang Chil-seong dengan penghormatan secara militer.
Sejak saat itu, Yang Chil-seong dianggap sebagai salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.
Dikutip dari merdeka.com, dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI yang ke 74, pada tanggal 16 Agustus 2019 lalu Koramil setempat dan sejumlah warga Garut mengadakan kunjungan ke makam Komarudin.
Mereka melakukan aksi bersih-bersih makam sang pejuang karena kekaguman mereka terhadap kepahlawanan Komarudin.
Seorang petugas TMP di Dinas Sosial Garut, Imam Sukiman, menjelaskan berdasarkan kisah yang dituliskan hasil penelitian profesor asal Jepang membenarkan bahwa orang yang disemayamkan di Garut itu adalah orang Korea.
"Yang Chil-seong ditelusuri benar tidaknya orang Korea yang membelot," kata Imam.
Imam juga menceritakan saat dieksekusi Komarudin, Abubakar, dan Usman mengenakan sarung berwarna merah dan memakai kemeja putih.
"Mereka ditembak di hadapan warga Garut," katanya.
"Jika orang Korea begitu cinta Indonesia, rela berjuang dan mati untuk pertiwi, tentunya ini harus jadi pelajaran bagi semua," kata Komandan Koramil setempat Dedi Saepuloh.
Batu nisan Komarudin di TMP Tenjolaya itu bertuliskan:
Komarudin/Yang Chil Sung
Korean
Anggota Pangeran Papak
Gugur 10 Agustus 1949
Dalam sejarah Korea tercatat ada 2300 orang Korea, termasuk Yang Chil-seong, yang dipaksa menjadi tentara Jepang pada saat itu dan mereka dibawa ke Indonesia untuk menjaga tawanan di Semarang, Ambarawa, dan tempat-tempat lainnya, termasuk Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H