Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam di Jakarta, Mengapa Musala Disebut Juga dengan "Langgar"?

6 April 2021   10:05 Diperbarui: 6 April 2021   10:08 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raden Kian Santang (pikiran-rakyat.com)


Kata "langgar" dalam Bahasa Indonesia bisa berarti kata kerja melanggar, atau kata sifat pelanggaran. Namun langgar bisa juga berarti kata benda yang berarti musholla atau mesjid.

Dari manakah asal usul kata "langgar" itu bisa berarti musholla atau mesjid?

Konon kata "langgar" yang berarti musholla atau mesjid adalah berasal dari daerah Betawi, atau Jakarta.

Menurut budayawan Betawi Ridwan Said Islam mulai berkembang di Sunda Kelapa mulai abad ke 15.

Ridwan Saidi melihat ada sebuah pesantren yang didirikan di Karawang pada tahun 1428. Pesantren itu namanya "Quro". Itulah perantren pertama yang berdiri di Jakarta.

Sesuai dengan namanya pesantren ini didirikan oleh Syekh Quro. Syekh Quro yang disebut juga dengan Syekh Hasanuddin ini berasal dari wilayah Champa di Kamboja.

Semula kedatangannya ke Pulau Jawa adalah untuk berdakwah di Jawa Timur. Namun dalam perjalanannya Syekh Hasanuddin singgah dulu di Karawang. Dia lantas urung melanjutkan perjalanan ke tujuan asal.

Bahkan Syekh Hasanuddin lantas menikah dengan salah seorang santriwati di pesantren itu, yaitu seorang gadis asal Karawang.

Setelah itu, Islam di Jakarta ini disebarkan oleh para bangsawan dari Kerajaan Pajajaran di Sunda yang sudah memeluk agama Islam.

Selain itu Islam juga disebarkan oleh para saudagar yang berasal dari Arab, Gujarat (India), dan saudagar Islam dari Cina.

Dan tahukah Anda jika Raden Kian Santang, yang tidak lain dan tidak bukan adalah putra dari Prabu Siliwangi ini juga menyebarkan agama Islam ini di Jakarta?

Anda tentunya sering mendengar nama Kian Santang ini lewat serial film "Kembalinya Raden Kian Santang" yang tayang setiap malam di MNCTV.

Di tengah-tengah nafas Hindu di Kerajaan Pajajaran, namun ternyata Raden Kian Santang dan ibunya Nyai Subang Larang ini ternyata beragama Islam. Mengapa demikian?

Kisahnya berawal dari Prabu Siliwangi yang mengambil Nyai Subang Larang menjadi salah satu istrinya. Nyai Subang Larang ini adalah salah satu santriwati di pesantren Quro.

Dari pernikahan antara Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang itu maka lahirlah Raden Kian Santang yang mengikuti ibunya beragama Islam.

Setelah beranjak dewasa, Raden Kian Santang lalu menyebarkan agama Islam di Jakarta. Kendati Kian Santang berasal dari Sunda, akan tetapi kehadirannya di Jakarta mendapat tempat dan banyak orang Betawi yang menjadi pengikutnya.

Sebelum masuknya Islam ke Jakarta itu, kehidupan di Betawi itu masih banyak yang beragama Hindu-Buddha. 

Dan orang-orang Betawi yang yang menganut Islam itu berkumpul di musholla. Mereka lantas disebut juga dengan kaum pelanggar. Itulah cikal bakal mengapa musholla itu disebut juga dengan langgar. Ternyata asalnya dari Betawi.

Saat ini masih ada sejumlah mesjid di Jakarta yang dulunya merupakan langgar yang terawat dengan cukup baik.

Dalam perkembangannya, di daerah Pekojan, Tambora, Jakarta Barat, saat ini masih berdiri mesjid tua Al Anshor. Penulis sejarah Jakarta, Adolf Heuken menyebutkan mesjid Al Anshor itu didirikan pada pertengahan abad ke 17 oleh komunitas Khoja, komunitas para saudagar Muslim asal India.

Raden Kian Santang memang berjasa dalam penyebaran agama Islam di Jakarta. Namun ada satu lagi penyebar agama Islam di Jakarta, dia adalah seorang Adipati yang bernama Pangeran Papak dari Tanjung Jaya, sekarang Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

Ridwan Saidi lantas menyebutkan jika Raden Kian Santang mengajak ayahnya Prabu Siliwangi untuk mualaf. Namun hingga kini Ridwan Saidi masih ragu, apakah Prabu Siliwangi mengikuti ajakan Raden Kian Santang?

Ada yang mengatakan jika Prabu Siliwangi sudah Islam. Namun memang hal tersebut masih mengundang tanya, apakah benar Prabu Siliwangi sudah mualaf?

Guru Besar Ilmu Budaya UNPAD (Universitas Padjadjaran) Bandung, Prof Nina Herlina Lubis, mengatakan dalam kematiannya pada tahun 1521 Prabu Siliwangi diperabukan. Apakah itu menandakan jika Prabu Siliwangi masih Hindu?

Tahun kematian Prabu Siliwangi ada tercatat di Prasasti Batu Tulis. Prasasti itu ditulis oleh Prabu Surawisesa, anak Prabu Siliwangi lainnya, 12 hari setelah tanggal kematian Prabu Siliwangi.

Prabu Surawisesa mencatat di Prasasti Batu Tulis itu tahun 1521 sebagai tahun kematian ayahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun