Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terkuak, Ini Penyebab Mitos Orang Sunda dan Jawa Tidak Boleh Menikah

1 April 2021   11:06 Diperbarui: 1 April 2021   11:28 3454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dyah Pitaloka Citra Resmi (alcheron.com)


11 Mei 2018 terjadi peristiwa bersejarah untuk menghilangkan dendam kesumat atau konflik budaya antara Sunda dan Jawa.

Dengan dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat pada saat itu yaitu Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam X untuk pertama kalinya meresmikan tiga ruas jalan di Kota Bandung, Jawa Barat.

Ketiga ruas jalan yang dinamakan Jalan Citraresmi, Jalan Prabu Hayam Wuruk, dan Jalan Majapahit itu diresmikan pada Jum'at (10/5/2018) di sela-sela kegiatan Harmoni Budaya Sunda-Jawa di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat.

Penamaan nama-nama jalan Majapahit, Prabu Hayam Wuruk, dan Citraresmi sejatinya sangat sulit untuk dilakukan. Karena itu dapat membuka lama orang-orang Sunda.

Di masa Hayam Wuruk (1350-1389) menjadi raja Majapahit, Maha Patih nya Gajah Mada sudah menaklukkan hampir seluruh wilayah Nusantara ditambah dengan sebagian Filipina.

Namun ada satu wilayah lagi yang belum ditaklukkan yaitu Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Sebenarnya Hayam Wuruk tidak menginginkan Gajah Mada untuk merebut Sunda, karena Hayam Wuruk menganggap Sunda masih kerabat.

Bahkan untuk mempererat persahabatan dengan Sunda, Hayam Wuruk berniat mempersunting Citra Resmi, putri dari Raja Sunda Linggabuana, menjadi istrinya.

Gajah Mada diutus Hayam Wuruk ke Sunda untuk melamar Citra Resmi ke Raja Linggabuana.

Dalam pertemuan, Gajah Mada mengatakan kepada Linggabuana pernikahan akan dihelat di Majapahit, bukan di Sunda. Linggabuana menyetujuinya.

Dengan diiringi rakyat, berangkatlah rombongan Linggabuana menempuh perjalanan jauh ke Majapahit. Sesampai di Bubat, sekonyong-konyong datang utusan Gajah Mada yang menyampaikan pesan Gajah Mada bahwa Citra Resmi diserahkan saja sebagai tanda takluk.

Mendengar pesan itu, tak pelak Linggabuana dan rombongan naik pitam. Mereka datang jauh-jauh ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan, bukan menyerahkan begitu saja Citra Resmi sebagai tanda takluk.

Sebenarnya Linggabuana masih dapat menahan emosinya. Akan tetapi salah seorang pengawalnya sudah tidak kuat menahan amarah. Dia melepaskan anak panah yang menembus utusan Gajah Mada sampai terguling-guling di tanah.

Tak pelak dari situlah timbul perang terbuka antara para prajurit yang mengawal Linggabuana dengan pasukan Gajah Mada.

Kitab Pararaton mengatakan Tragedi Bubat itu terjadi pada tahun 1357 Masehi atau 1279 tahun Saka.

Ya, dalam sejarah, peperangan antara tentara Sunda dengan Gajah Mada itu dikenal dengan Perang Bubat.

Tanpa sepengetahuan Hayam Wuruk, ternyata Gajah Mada sudah mempersiapkan tentaranya di sekitar lapangan Bubat.

Pasukan Sunda yang berperang dengan peralatan seadanya pada akhirnya kalah dari Gajah Mada. Linggabuana dan para petinggi Sunda tewas.

Melihat itu, Citra Resmi tak tahan menanggung kesedihan. Citra Resmi akhirnya melakukan bela pati, atau bunuh diri dengan cara menusukkan tusuk konde tepat di jantungnya.

Melihat hal tersebut, Hayam Wuruk sangat menyesalkan apa yang terjadi. Linggabuana, para pejabat dan pasukan Sunda yang tewas lantas dikebumikan dengan penghormatan secara militer.

Hayam Wuruk lalu mengirim utusan dari Bali ke Sunda untuk meminta maaf pada apa yang terjadi kepada plt raja Sunda.

Semenjak peristiwa itu hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada menjadi renggang.

Niskala Wastu Kencana, kakak dari Citra Resmi, atau putra dari Linggabuana lalu naik tahta menjadi Raja Sunda menggantikan ayahnya.

Niskala Wastu Kencana yang dikenal dengan Prabu Siliwangi itu lantas mengeluarkan larangan orang-orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa.

Dalam "Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula" (2006), Paul Michel Munoz menyebutkan sejak tragedi itu kedua kerajaan tidak bisa mencapai keadaan seperti sebelumnya.

Sejarawan Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar menngatakan Carita Parahiyangan yang muncul di abad ke 16 tidak menyebutkan dengan rinci tragedi Bubat itu karena tragedi itu merupakan suatu kesedihan bagi masyarakat Sunda.

Deddy Mulyadi, Bupati Purwakarta, Jawa Barat, saat itu (11/5/2015) mengatakan dalam menggelar kembali kisah Perang Bubat tidak ada maksud untuk membuka luka lama, namun justru untuk kritik dan otokritik.

Deddy mengatakan Linggabuana kurang tepat mengantarkan Citra Resmi ke Majapahit. Sedangkan Hayam Wuruk dikritik lantaran memaksakan kehendaknya untuk menikahi Citra Resmi.

Pada Pilpres 2019, Deddy Mulyadi ini menjadi Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Mar'uf Amin daerah Jawa Barat. Kini Deddy anggota DPR RI 2019-2024 dari Partai Golkar.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo menjelaskan peresmian tiga ruas jalan itu merupakan cara untuk "menyelesaikan konflik budaya" dengan  menjernihkan yang kotor serta menghaluskan yang kasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun