Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

HBII, Upaya untuk Melestarikan Bahasa Ibu agar Tidak Pudar

22 Februari 2021   11:03 Diperbarui: 22 Februari 2021   11:08 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tak banyak yang tahu, jika tanggal 21 Februari kemarin adalah Hari Bahasa Ibu Internasional. 

PBB, dalam hal ini UNESCO (United Nations Development Programme) menetapkan tanggal 21 Februari berdasarkan kejadian tertentu di masa lalu.

Pada 21 Februari 1952 di Dhaka, Bangladesh, terjadi sejumlah pembunuhan terhadap mereka yang memperjuangkan Bahasa Bangli di sana.

Pada 9 Januari 1998, Rafiqul Islam, seorang Bangladesh yang bermukim di Kanada, menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, untuk menetapkan suatu hari yang akan mencegah bahasa hilang atau pudar. Sayang kalau punah.

Maka jadilah sejak 21 Februari tahun 2000 setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day).

Apakah Bahasa Ibu Anda?

Bahasa Indonesia bukanlah Bahasa Ibu. Bahasa Ibu Anda adalah salah satu dari 652 bahasa daerah (data terakhir Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan) yang ada di Indonesia.

Orang keturunan asing yang bermukim di Indonesia, mereka juga mempunyai Bahasa Ibu yang pertama kali mereka tuturkan. Apakah itu Cina, India, Arab, Pakistan, Belanda, Inggris, dan sebagainya.

Ibu (mother) adalah orang pertama yang paling dekat dengan seorang anak yang dilahirkannya. Ibu juga yang paling mengerti segala apa yang dirasakan anaknya. Jadi Bahasa Ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai/dikenal oleh seorang anak di dalam kehidupannya.

Menyambut HBII ini, Direktur Jenderal UNESCO mengatakan Bahasa Ibu bukanlah sekedar bahasa, itu adalah identitas kita.

"Jika suatu bahasa punah, maka dunia kehilangan warisan yang sangat berharga,".

Tidak diketahui apakah ada di propinsi lain, selain Jawa Barat dan Banten dihelat acara untuk memperingati HBII 2021 ini. Namun di Jawa Barat, para pegiat Bahasa Sunda bekerjasama dengan PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia) menggelar sejumlah acara untuk memperingati.

Di antaranya, lomba pembuatan website berbahasa Sunda, video Bahasa Ibu Sunda, Olimpiade Bahasa Sunda, dan sebagainya. Bahasa Sunda ini adalah bahasa daerah kedua yang paling banyak penuturnya di Indonesia (42 juta). Di urutan pertama adalah Bahasa Jawa dengan 84 juta penutur, sehingga sangat potensial.

Di propinsi Banten, KBB (Kantor Bahasa Banten) menghelat diskusi tentang dialek film Saidjah dan Adinda, memperingati HBII 2021.

UNESCO mengatakan kekhawatirannya. Menurutnya, setiap dua minggu sebuah bahasa hilang. Dengan demikian maka warisan budaya pun hilang.

Sumber mengatakan ada 7 bahasa daerah di Maluku yang hilang karena jarang dipakai atau tidak digunakan lagi. Bahasa daerah yang dimaksud antara lain bahasa daerah Loun, Piru, Hukumia, Moksela, dan sebagainya.

Sangat disayangkan jika sebuah bahasa hilang, maka sejumlah besar pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi, puisi, dan sejumlah legenda akan turut hilang juga.

Miftahul Malik, seorang jurnalis Sunda yang tergabung dalam kelompok "Sincarage" mengatakan bahwa kegiatan tersebut terselenggara berkat kerjasama antara berbagai komunitas dan lembaga di Jawa Barat.

Hari Bahasa Ibu Internasional ini sangat terkait juga dengan apa yang kita kenal dengan "Anugerah Sastra Rancage". Anugerah Sastra Rancage ini adalah penghargaan yang diberikan kepada sastra atau bahasa daerah yang dinilai terbaik.

Jadinya Anugerah Sastra Rancage ini dengan sendirinya mendorong penggunaan bahasa-bahasa daerah.

Sejak berdirinya tahun 1989 Anugerah Sastra Rancage ini sudah diberikan kepada bahasa-bahasa Sunda, Jawa, Bali, Madura, Banjar, Lampung, dan Batak.

Yayasan Kebudayaan Rancage yang mensponsori kegiatan berbahasa daerah ini didirikan oleh Ajip Rosidi. Ajip Rosidi, kelahiran Jatiwangi, Jawa Barat, 31 Januari 1938 itu adalah seorang penulis, sastrawan, pendiri serta redaktur sejumlah penerbit.

Ajip Rosidi sendiri menghadap Sang Pencipta dalam usianya yang ke 82 tahun, tepatnya pada 29 Juli 2020 lalu.

Setelah beliau wafat, banyak yang bertanya-tanya, apakah kegiatan pemberian Anugerah Sastra Rancage ini akan diteruskan atau tidak?

Menurut Titi Surti Nastiti, putri dari Ajip Rosidi, yang kini Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage, mengatakan akan tetap diteruskan.

"Ini juga upaya pemeliharaan Bahasa Ibu. Alhamdulillah di tengah keterbatasan, Yayasan Kebudayaan Rancage masih bisa menggelar acara ini," kata Titi.

Dengan dihadiri secara virtual oleh antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, malam pemberian Anugerah Sastra Rancage 2021 telah terselenggara pada 31 Januari 2021 lalu. Bertepatan dengan hari lahir Ajip Rosidi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun