Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Politik

Semut Radikal di Seberang Lautan Nampak, Gajah Korupsi di Depan Mata Tak Kelihatan

16 Februari 2021   09:04 Diperbarui: 16 Februari 2021   09:29 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Din Syamsuddin (jpnn.com)


Semut di seberang lautan nampak, namun gajah di depan mata tak kelihatan. Ini adalah peribahasa yang sudah Anda kenal. Artinya saya yakin Anda sudah mengetahuinya.

Kesalahan orang lain yang sekecil apapun kelihatan, sedangkan kesalahan besar diri sendiri malah tidak kelihatan. Itu artinya.

Akan tetapi analis politik dari UNJ (Universitas Negeri Jakarta) Ubedilah Badrun "mempelesetkan" peribahasa tersebut terkait urusan yang sedang dihadapi oleh pemerintah sekarang ini. Radikalisme dan korupsi.

"Semut radikal di seberang lautan kelihatan, sedangkan gajah korupsi di depan mata malah tidak nampak. (Pemerintah) jangan sibuk mengurusi isu radikal, apalagi di depan mata para menterinya korupsi," kata Ubedilah, Minggu (14/2/2021).

Ucapan itu dikatakan Ubedilah terkait adanya tuduhan Din Syamsuddin sebagai radikal. 

GAR ITB (Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung) pada 28 Oktober 2020 mengadukan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu ke Badan Kepegawaian Negara dan KASN karena dinilai sudah melakukan pelanggaran substansial atas norma dan kode etik perilaku/pelanggaran disiplin ASN (Aparatur Sipil Negara) dan PNS (Pegawai Negeri Sipil). 

Laporan tersebut juga dikonfirmasi oleh Menkopolhukam Machfud MD. Machfud mengatakan ada beberapa orang mengaku dari ITB yang mengadukan Din ke Menpan-RB Tjahjo Kumolo.

Sejumlah tindakan Din Syamsuddin dilaporkan di antaranya Din berkiprah di KAMI dan komentar Din soal amar MK tentang putusan hasil sengketa Pilpres 2019.

Ubedilah menyarankan agar Presiden Jokowi fokus kepada penanganan masalah-masalah substansial yang sedang melanda negeri ini. Salah satu masalah nyata itu adalah di OTT nya dua menteri Jokowi yaitu Menteri KKP Edhy Prabowo dan Mensos Juliari Batubara.

Ubedilah tidak ingin soal yang kurang mendesak seperti radikalisme menjadi prioritas utama mengalahkan prioritas penting lainnya.

"Ini adalah tindakan keji dan fitnah," kata tokoh Mahasiswa Kristen sekaligus mantan Ketua GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Korneles Galanjinjinay, kepada para wartawan, Minggu (14/2/2021) yang menyayangkan tuduhan yang dilontarkan  GAR ITB.

Korneles mengatakan tudingan itu dapat menodai muka tokoh bangsa yang selama ini banyak diterima oleh semua golongan baik Islam maupun non Islam. "Ini harus dipertanggungjawabkan," kata Korneles.

Korneles menilai Din Syamsuddin adalah tokoh bangsa yang menjunjung tinggi pluralisme.

Terkait banyaknya kabar GAR ITB melaporkan, GAR ITB membantah. Anggota GAR ITB Nelson Napitupulu menyatakan laporan Din Syamsuddin itu tidak terkait dengan radikalisme, akan tetapi pelanggaran kode etik ASN.

Sebagai catatan, GAR ITB ini berisikan 2.075 alumni ITB.

"Kami tidak pernah melaporkan Pak Din sebagai orang yang radikal. Yang kami laporkan Pak Din itu anggota MWA (Majelis Wali Amanat) ITB. Dia berstatus ASN," kata Nelson, Minggu (14/2/2021) kepada CNN Indonesia.

Diberitakan pada 29 Juni 2019 Din diduga mengkritik soal tidak adilnya dan tidak jujurnya proses peradilan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan sengketa Pilpres 2019.

GAR ITB juga menilai Din Syamsuddin menjadi pemimpin kelompok KAMI yang beroposisi kepada pemerintah dalam deklarasinya pada 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

Sebagai PNS, GAR menilai agar ditegakkan disiplin selaku PNS. PNS seharusnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Din dianggap telah melanggar UU ASN, untuk itu dia dilaporkan ke KASN.

Selain sebagai anggota Majelis Wali Amanat MWA) ITB periode 2019-2024, selaku ASN Din Syamsuddin juga aktif sebagai dosen di UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nelson juga menyebut-nyebut jika Fadjroel Rachman (Juru Bicara Presiden Joko Widodo) adalah anggota dari grup WhatsApp GAR ITB. Jadi dengan demikian Fadjroel Rachman juga adalah anggota aktif GAR ITB.

"Kalau ada waktu, dia juga suka merespon di grup WA," kata Nelson, Minggu (14/2/2021).

Nelson juga mengatakan awal terbentuknya gerakan ini. Dulu, terutamanya para alumnus ITB sering ngobrol-ngobrol.

Gerakan ini pada mulanya namanya adalah NKRI, singkatan dari Nusa Kinarya Rumah Indonesia, karena selain ITB, ada juga alumni dari perguruan tinggi yang lain.

Mengapa dalam perjalanannya kemudian, namanya berubah menjadi GAR ITB?

Itu semata-mata karena tidak enak dengan universitas lain, karena ada permasalahan intoleransi dan radikalisme di ITB.

"Itu sebabnya namanya GAR ITB, kita berkelompok alumni ITB," jelas Nelson.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun