"Eyang Soejono waktu itu berusia 16 tahun, dan eyang Soebianto berusia 21 tahun," kata politikus Partai Gerindra Rahayu Saraswati Dhirarkarya Djojohadikusumo dalam diskusi live streaming lewat YouTube berjudul "Legenda Zaman Revolusi: Kisah Sudirman, Daan Mogot dan Soebianto," Senin (25/1/2021) malam.
Kemarin (25 Januari) adalah bertepatan tanggal peristiwa 75 tahun lalu yang bersejarah. Namun sayangnya banyak terutama milenial yang tidak mengetahui sejarahnya sendiri yang terjadi di seputar kemerdekaan.
Barangkali mereka hanya mengenal Jenderal Soedirman. Saya sendiri mengetahui jenderal Soedirman ini dari buku, legenda sejarah bangsa.
Namun ada lagi Mayor Elias Daan Mogot. Namun sayang nama ini tidak didapatkan di pelajaran sejarah di tingkat SD SMP maupun SMA.
Pada 25 Januari 1946 Elias Daan Mogot bersama 70 taruna Akademi Militer Tangerang (MAT) bergerak menyambangi depot markas persenjataan Jepang di Lengkong, Tangerang Selatan dengan maksud untuk melucuti persenjataan mereka.
Daan Mogot beserta dua orang lainnya memasuki ruangan dan diterima Komandan Pasukan Jepang, Kapten Abe, sedangkan taruna-taruna MAT lainnya menunggu dan berkumpul di lapangan di luar ruangan perundingan.
Ketika Daan Mogot berunding di dalam, entah darimana dan siapa yang melakukannya, tiba-tiba di luar terdengar suara tembakan beberapa kali. Tembakan tersebut diarahkan ke para taruna MAT yang tengah berkumpul di lapangan.
Mendengar suara tembakan tersebut, tentara Jepang yang sudah siap-siap untuk menyerahkan senjata, mengambil lagi senjata-senjata itu dan ikut-ikutan menembakkan senjatanya ke arah kerumunan para taruna MAT.
Mendengar hiruk pikuk itu, Daan Mogot serta merta keluar dari meja perundingan dan berupaya menghentikan apa yang terjadi namun tidak berhasil. Untuk lebih mengamankan diri, Daan Mogot beserta sejumlah anak buahnya melarikan diri mencari perlindungan ke sebuah hutan karet sembari terus membalas tembakan.
Akibatnya sebanyak 36 taruna MAT tewas, dan lainnya ditawan Jepang, dan sisanya berhasil melarikan diri. Daan Mogot sendiri gugur setelah peluru mengenai paha dan dadanya.
Rahayu Saraswati mengenal peristiwa tersebut lantaran eyangnya juga turut menjadi korban dalam peristiwa yang disebut dengan Peristiwa Lengkong tersebut, di saat milenial sekarang tidak mengenalnya.
Di Jakarta ada jalan raya yang menghubungkan antara Cengkareng di Jakarta Barat sampai ke Tangerang, nama salah satu jalan utama di Jakarta itu adalah Jalan Daan Mogot. Saya sendiri tidak menduga jika Daan Mogot adalah nama orang. Atau kalau orang, itu nama dari mereka yang keturunan Arab.
Sungguh heroik.
Rahayu Saraswati mengatakan kedua eyang yang gugur dalam Peristiwa Lengkong itu adalah kakeknya dari ayah (Hashim Djojohadikusumo), masing-masing Taruna MAT Soejono Djojohadikusumo dan Polisi TKR Resimen IV Tangerang Letnan Satu Soebianto Djojohadikusumo.
"Saya sendiri dibesarkan dari cerita-cerita eyang saya itu," kata Rahayu, Senin (20/1/2021).
Anggota DPR RI periode 2014-2019 ini mengatakan tiga film yang diperankannya, masing-masing Hati Merdeka (2011), Darah Garuda (2010) dan Merah Putih (2009) terinsipirasi dari Peristiwa Lengkong. "Ayah saya kaget kisah dari film yang saya perankan ini sangat mirip dengan kisah para taruna itu," lanjut Rahayu.
Dalam diskusi yang sama sejarawan Bonnie Triana memaparkan garis besar Peristiwa Lengkong tersebut. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia ke II, mereka masih ingin mempertahankan status quo nya di Indonesia.
Beberapa hari sebelum 25 Januari 1946 terdengar kabar jika tentara NICA Belanda juga berencana menyambangi depot untuk melucuti senjata Jepang. Akan tetapi didahului oleh Daan Mogot dan anak buahnya.
Akademi Militer Tangerang (MAT) ini memang didirikan oleh Daan Mogot sekaligus menjadi pimpinan di sana. Upacara penghormatan dikebumikannya para kadet yang gugur itu (Mayor Daan Mogot, Lettu Soebianto, adiknya Soejono, Achmad Sjawket Salim dan para taruna MAT lainnya) dihadiri antara lain oleh Perdana Menteri Soetan Sjahrir dan Wakil Menteri Luar Negeri Agoes Salim
Salah satu taruna yang gugur seperti yang disebutkan di atas, Achmad Sjawket Salim adalah putra dari Agoes Salim sendiri.
Kisahnya sangat dramatis. Konon, rambut kekasih Daan Mogot, Hadjari Singgih, yang saat itu panjangnya sampai sepinggang, dipotong untuk dimasukkan kedalam jenazah Daan Mogot. Mengiringi kepergian Daan Mogot untuk selama-lamanya. Setelahnya, rambut Hadjari Singgih tidak pernah lagi dibiarkan panjang, selalu pendek.
Daan Mogot, putra Manado, gugur dalam usia yang masih begitu belia, yaitu 17 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H