Psikolog Feka Angge Pramita, M.Psi., dari Klinik Anakku, Kelapa Gading, Jakarta, mengatakan banyak orangtua yang mulai cemas jika dalam usia 6-10 bulan anaknya belum juga dapat mengucapkan sesuatu kata yang bermakna.
Si kecil dalam usia seperti itu menurut Feka seharusnya sudah bisa mengucapkan satu kata, meskipun hanya sekedar babbling.
Babbling ini misalnya si kecil mengucapkan "su" dengan maksud "susu", atau pun "dah" dengan maksud "sudah".
Feka menekankan di saat seperti itulah, maka si kecil dianggap sudah bisa mulai berbicara.
"Yang penting si anak sudah ingin mulai berkomunikasi dengan orang-orang terdekatnya," kata Feka.
Si anak sudah bisa babbling, itu menunjukkan jika si anak ingin memberitahukan sesuatu kepada kita, bertanya dan berbicara secara spontan.
Feka memberikan tanda alarm, jika usia 6-10 bulan si anak bahkan belum bisa menunjukkan kemampuannya untuk babbling. Sebab itu ada kemungkinan si anak berpotensi mengalami speech delayed, atau keterlambatan bicara.
Psikolog lainnya, Edward Andriyanto Soetardhio, staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan si kecil harus sering diajak bicara secara tatap muka untuk melatih dan menstimulasi si anak untuk dapat berbicara. Jangan menggunakan Baby Talk, Bahasa Bayi.
Baby Talk ini contohnya adalah mengucapkan kata "cucu" dengan maksud "susu", "mamam" dengan maksud "makan", "adik atit?" dengan maksud "adik sakit?" dan sebagainya.
Ucapkanlah dengan kosakata yang benar. Stimulasi lainnya adalah dengan memperkenalkan benda-benda baru dan menyebutkan benda apa itu. Dengan berbicara berhadapan secara kontak mata dengan si kecil, si anak dapat melihat gerak mulut kita sehingga dapat menirukannya.
Kesibukan orangtua yang tidak punya waktu mengakibatkan si kecil tidak sempat diajak berinteraksi.
Dalam usia 2 tahun seharusnya si kecil sudah menguasai 20 kata, menunjuk dan berkomunikasi ketika ingin sesuatu dengan gerakan tangan atau dengan dua kata. Misalnya "Adi lapar".
Di usia 3-5 tahun si anak seharusnya sudah bisa memahami kosakata yang lebih panjang. Misalnya, "ayo buka baju, mandi dulu", atau "ayo cuci tangan, terus pakai sabun" dan sebagainya.
Keterlambatan atau gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena adanya gangguan kecerdasan, dan ada kelainan pada organ bicara, dan kesalahan orangtua.
Si anak jarang diajak berinteraksi dan sering membiarkan nya tiduran saja atau didiamkan. Mengajak si kecil berinteraksi akan bisa menjadi modal yang menjadi bekal dasar karena menambah kosakata yang dimiliki si anak.Â
Berbicara dengan menggunakan Baby Talk memang lucu dan ungkapan saking gemasnya kepada si anak.
Gloria Martha Uli Siagian, M.Psi., Head of ECY/EL Guidance Counselor Binus School Serpong Tangerang, menjelaskan penggunaan Baby Talk dapat memiliki dampak buruk bagi tumbuh kembang si kecil.
Penggunaan kata yang benar sangat diperlukan agar si anak dapat belajar pengucapan kata yang tepat. Tidak tertutup kemungkinan bagi anak bisa cadel. "Risiko ditanggung orangtua sendiri," kata Gloria.
Misalnya jika si anak menyebut "kursi" dengan "kuci", lalu malah orangtua memakai kata "kuci" maka si anak akan berpikir jika kata yang tepat untuk benda itu adalah "kuci".
Psikolog yang akrab disapa Anggi itu menambahkan Baby Talk boleh dipakai jika si bayi masih dalam tahap cooing. Anda bisa juga melakukan echoing (uuuu atau oooo) atau babbling (mamamama, papapapa, nanananana). Tahap ini umumnya pada usia 3-4 bulan. "Selanjutnya kenalkan dengan pengucapan sebenarnya," kata Anggi.
Hal ketiga yang dapat menyebabkan anak mengalami gangguan bicara adalah memperkenalkan terlalu dini gadget kepada si anak. Sebuah studi mendapatkan anak yang keseringan bermain gadget (tayangan berlayar) akan mengalami speech delayed. Hal itu lantaran komunikasi dengan gadget hanya berjalan satu arah.
Stimulasi lain yang dianjurkan, pujilah si kecil jika berhasil mengembangkan kemampuannya, libatkan anak dengan percakapan dengan anak-anak seusianya, dan bacakan buku cerita.
Bahasa kata dibarengi dengan gerak tubuh yang tepat akan sangat memperkaya kosakata si anak. Misalnya "Adi mau makan ya?" Sembari menunjukkan gerakan tubuh menyuapkan makanan ke mulut si kecil.
Disarankan orang yang mengajak bicara si anak agar menggunakan intonasi suara yang variatif. Karena si buah hati menangkap makna dari intonasi bicara. Jika si bayi masih kecil sekali pakailah suara high pitch dengan ritme suara yang lebih lambat.
Mulailah komunikasi yang baik dengan artikulasi yang benar, terutama bagi mereka yang biasa menggunakan Bahasa Bayi ini sebelumnya. Dengan menyadari dampak buruk Bahasa Bayi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H