Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pattimura, Pahlawan dari Maluku, Anda Terkesan dengan Kalimat Heroiknya?

28 Desember 2020   10:05 Diperbarui: 28 Desember 2020   10:31 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Kapitan Pattimura disebut-sebut dalam mata pelajaran sejarah di SD dan SMP sebagai salah seorang pahlawan utama Indonesia, yang berasal dari Maluku.

Sebagai peringatan dan penghormatan atas jasa-jasanya berkorban demi Bumi Pertiwi, Pattimura menjadi nama salah satu perguruan tinggi yaitu Universitas Pattimura, Bandar Udara Pattimura, KRI Pattimura, jalan Pattimura, dan sosoknya dicantumkan dalam satuan uang kertas Rp 1.000,-.

Kekayaan alam luar biasa yang dimiliki Indonesia menarik bangsa-bangsa dari Eropa untuk melawat ke Nusantara. Sebelum era penjajahan, Kepulauan Maluku menjadi poros perdagangan rempah-rempah dunia.

Rempah-rempah (cengkih dan pala) ini digunakan sebagai bahan untuk membuat obat-obatan, pengawet makanan, atau bumbu masakan.

Semula keinginan bangsa-bangsa dari Eropa itu datang ke Nusantara adalah untuk berdagang, akan tetapi lantas kemudian mereka menjadi agresor dan menindas rakyat Nusantara.

Seiring dengan itu, di Maluku lahirlah Pattimura yang mengadakan perlawanan terhadap kaum agresor itu. Pattimura yang masih berdarah bangsawan itu tak rela rakyatnya ditindas begitu saja oleh orang-orang kulit putih.

Kakek Pattimura adalah seorang raja di Kerajaan Sahulau di Seram Selatan.

Orang-orang dari Benua Biru yang pernah menduduki Maluku adalah Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris. Melalui perjanjian yang dikenal dengan "Traktat London", Inggris menyerahkan kekuasaan atas Maluku ke Belanda, pada 1814.

Berbeda dengan Inggris, dalam penguasaannya lantas meneer-meneer Belanda menerapkan aturan-aturan yang menguntungkan mereka sekaligus menekan rakyat Maluku. Pelayaran Hongi, kerja paksa, serta monopoli perdagangan.

Pada era kekuasaan Inggris di Maluku sejak 1798, Thomas Matulessy (nama lahir Pattimura) mendapatkan pendidikan militer dan bergabung dalam Korps Ambon, sebuah dinas militer yang dibentuk oleh Kerajaan Inggris.

Di situ, Thomas Matulessy yang merupakan anak dari pasangan Antoni Matulessy dan Fransina Tilahoi itu lantas mendapatkan pangkat sersan. Hasil didikan itu lantas yang membentuk jiwa Pattimura kemudian menjadi pejuang yang tangguh.

Semenjak ditekennya Traktat London tadi pada 13 Agustus 1814, Korps Ambon pun lantas dibubarkan oleh Belanda, dengan serta merta karenanya Pattimura berhenti dari pendidikan dinas militer. Itulah cikal bakal mengapa Pattimura "hanya" mendapatkan pangkat sersan.

Belanda ternyata sangat bengis dan merugikan rakyat Maluku. Di sinilah jiwa pahlawan Pattimura tersulut serta bergelora, perjuangannya pun serta merta mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh adat, para raja dan tentunya rakyat Maluku sendiri.

Pattimura diangkat menjadi pemimpin perjuangan dalam perlawanan kepada Belanda dan untuk itu dia pun diberikan gelar Kapitan.

Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin Kapitan Pattimura membuahkan hasil yang gilang gemilang. Pada 16 Mei 1817 Pattimura menyerbu pasukan Belanda dan berhasil merebut benteng Duurstede, benteng terkuat di Kepulauan Maluku.

Pasukan Belanda dihancurkan oleh mereka. Tidak berhenti sampai di situ, kemenangan berikutnya juga berhasil diraih Pattimura yang didampingi para pembantu militernya, di antaranya adalah Christina Martha Tiahahu, pahlawan wanita yang tersohor dalam sejarah.

Tak pelak Belanda merasa terpukul dengan keberhasilan Pattimura cs yang lagi-lagi meraih kemenangan demi kemenangan. 

Dalam kegeramannya, Belanda lantas mengangkat Laksamana Buykes, salah seorang perwira militer terbaik yang dimiliki mereka untuk memimpin penyerangan kepada Pattimura cs.

Kendati dilengkapi dengan persenjataan yang "modern" dan jumlah pasukan yang banyak, akan tetapi mereka tetap mengalami kesulitan untuk mengalahkan Thomas Matulessy cs.

Tidak putus asa, dalam upaya merebut kembali wilayah-wilayah yang digaet Thomas Matulessy cs, Belanda lantas mencari strategi yang lain. Apa itu?

Belanda menjalankan politik adu domba, alias Divide et Impera. Dua pentolan perlawanan Pattimura, masing-masing Thomas Tuwanakotta dan Pati Akoon dibujuk rayu Belanda untuk membocorkan keberadaan Thomas Matulessy.

Thomas Matulessy cs lantas berhasil dicokok Belanda pada tanggal 11 Nopember 1817 di sebuah rumah di Siri Sori, Maluku Tengah. Pattimura cs lantas duduk di pesakitan dengan ancaman hukuman gantung.

Belanda lantas memberikan kompromi kepada Thomas Matulessy cs untuk bergabung dengan mereka dengan demikian mereka terhindar dari ancaman hukuman gantung itu.

Di sinilah lantas muncul kalimat heroik dari Pattimura "Beringin tua akan tumbang dan digantikan dengan beringin muda lain. Beta akan mati tetapi nanti akan muncul Pattimura-pattimura muda yang akan meneruskan beta punya perjuangan".

Pattimura pantang berkolaborasi dengan Belanda. Pada akhirnya, tiang gantungan yang berlokasi di depan Benteng Nieuw Victoria, Ambon, pun mengakhiri perjuangan hebat Pattimura cs. 16 Desember 1817, menjadi nafas terakhir Pattimura cs.

Sungguh-sungguh teramat heroik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun