Hari ini 45 tahun yang lalu, tepatnya 7 Desember 1975, pasukan Indonesia menginjakkan kakinya di Timor Leste (dahulu Timor Timur).Â
Didahului oleh pasukan laut yang mendarat di Timor Portugis, kemudian diikuti oleh pasukan udara yang diterjunkan dari pesawat dengan maksud untuk merebut Kota Dili, ibukota Timor Timur.
Inilah invasi pertama kalinya militer Indonesia dengan maksud untuk klaim Timor Timur sebagai bagian dari Bumi Pertiwi. Pasukan Indonesia dengan maksud merebut Dili masih bertempur dengan Fretilin (Front Revolusi Kemerdekaan Timor Timur).
Lantas tiga hari kemudian, pasukan Indonesia mengadakan invasi yang kedua. Militer pun berhasil merebut Baucau, kota kedua terbesar di Bumi Lorosae.
Patut diketahui, 9 hari sebelumnya (pada 28 Nopember 1975) Fretilin mengumumkan kemerdekaannya dari penjajah Portugis yang telah menduduki mereka sejak abad ke 16.
Bentrokan yang terjadi antara Fretilin dan militer Indonesia, yang kemudian oleh kelaparan dan penyakit menyebabkan banyak korban yang tewas yang diderita oleh rakyat Timor Timur.
Militer Indonesia yang dibantu oleh milisi pro Indonesia pun akhirnya berhasil menundukkan Dili.
Harian Australia, The Sidney Morning Herald, melaporkan keberhasilan militer (dari Angkatan Laut & Angkatan Darat) dan pro Indonesia itu yang menaklukkan Dili menyebabkan banyak warga terbunuh.Â
Terlebih pasukan payung diterjunkan, punggawa Fretilin kocar-kacir dan melarikan diri ke wilayah perbukitan (di luar Dili). Dari situlah mereka berencana untuk melakukan perang gerilya.
Darwin di Australia menangkap siaran radio dari Fretilin yang mengatakan banyak wanita dan anak-anak yang ditembak di jalanan, Fretilin juga memberitakan sendiri lewat radio yang ditangkap di Darwin itu yang mengatakan tentara dan pasukan payung lah yang memimpin invasi tersebut.
Dari Jakarta, Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, Adam Malik, menyanggah pernyataan Fretilin tersebut. Adam Malik mengatakan justru mereka lah (Fretilin) yang membunuh wanita dan anak-anak itu karena mereka (wanita & anak-anak itu) mendukung pasukan APODETI dan UDT yang pro Indonesia selama invasi.
APODETI adalah juga salah satu partai besar di Timor Timur yang ingin menjadi NKRI, begitu pun dengan UDT (Persatuan Demokrat Timor Timur).
Lebih lanjut Adam Malik mengatakan yang merebut Dili adalah milisi pro Indonesia yang meminta bantuan militer Indonesia.
Akan tetapi melalui radio yang ditangkap di Darwin, Fretilin berteriak meminta bantuan ke Australia. Mereka mengatakan "Lakukan sesuatu.... lakukan sesuatu....! Kami akan dibunuh!".
Pada akhirnya, Indonesia pun "aman" menjadikan "Si Anak Hilang" sebagai propinsi nya yang ke 27 pada tahun 1978 setelah secara keseluruhan Timor Timur dianeksasi Indonesia.
"Si Anak Hilang" disebutkan oleh Presiden RI ke 2 Soeharto, merujuk kepada wilayah itu yang bekas koloni Portugis dimana mayoritas Nusantara berbau Belanda.
Pihak Australia umumnya sangat menyesalkan apa yang terjadi di Bumi Lorosae, seperti apa yang diungkapkan Menteri Luar Negeri nya, Andrew Peacock, dari Canberra.
Selain menyesalkan apa yang terjadi, terutama karena jatuhnya banyak korban, Perdana Menteri Australia Gough Whitlam usul untuk mengatasi masalah itu perlu adanya perundingan antara pihak-pihak yang terkait di Timor Timur dengan mediasi dari PBB.
Pihak yang terkait yang dimaksud adalah pihak Portugis dan Indonesia.
Setelah perundingan antara Indonesia dan Portugal gagal, maka Indonesia mendekati PBB.
Pada 5 Mei 1999 terjadi kata sepakat antara Indonesia dan Portugal untuk menyelenggarakan sebuah referendum dengan mediasi PBB. Itulah apa yang kita kenal sebagai New York Agreement.
Untuk mengawal kesepakatan antara Portugal dan Indonesia itu, PBB lantas membentuk UNAMET (United Nations Mission in East Timor) pada 11 Juni 1999.
Referendum pun digelar pada 30 Agustus 1999. Namun sayang, hasilnya hanya sekitar 21 persen penduduk Timor Timur yang ingin tetap bersama Indonesia. Sisanya, mereka ingin merdeka.
Kalah dalam suara, dan tidak rela Timor Timur lepas dari NKRI, milisi pro Indonesia yang didukung Kopassus lantas memporak-porandakan segala macam infrastruktur di sana, banyak penduduk "Si Anak Hilang" yang dibunuh dan mengungsi.
Untuk mengakhiri kekerasan itu, PBB kembali campur tangan. PBB membentuk INTERFET yang terdiri dari 20 negara yang diterjunkan ke Bumi Lorosae.
Sedikit saja terjadi gesekan, maka perang terbuka antara pihak Indonesia dengan INTERFET tak terhindarkan lagi.
Timor Timur pun lantas diakui sebagai sebuah negara pada 20 Mei 2002.Â
Australia mengklaim sangat berjasa atas merdekanya Timor Timur yang kini berganti nama menjadi Republik Timor Leste, terutama seperti apa yang dikatakan PM nya John Howard.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H