Dalam memutuskan suatu kebijakan, kita harus ingat kepada tiga komponen ini yang masing-masing memiliki peranan masing-masing. Ketiga alat yang dimaksud adalah pengusaha, karyawan, dan pemerintah.
Agar sinkron, pemerintah memerlukan pengusaha untuk menggerakkan perekonomian, pengusaha membutuhkan pekerja untuk berproduksi, sedangkan pengusaha dan pekerja membutuhkan pemerintah untuk perlindungan hukum.
Pandemi Covid-19 seperti yang terjadi masa kini membuat banyak pihak terimbas kesulitan, baik pengusaha maupun pekerja.
Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat pandemi ini karena perusahaannya tidak berproduksi. Seperti perusahaan tekstil yang mengalami kerugian karena tidak ada yang membeli pakaian baru pada saat Lebaran lalu, karena pemerintah menghimbau masyarakat agar tidak pulang kampung.
Sedangkan perusahaan yang menguntungkan di masa pandemi ini bisa disebut antara lain perusahaan telekomunikasi, atau perusahaan pembuat masker kesehatan.
Pulsa telekomunikasi banyak dibeli saat WFH, masker dibutuhkan untuk 3M.
Kenaikan upah dengan sendirinya tentu diinginkan oleh para pekerja, pemimpin pun dalam hal ini seorang Gubernur jika ingin mensejahterakan rakyatnya, maka itu dapat diwujudkan dengan cara menaikkan UMP (Upah Minimum Provinsi).
Akan tetapi kenaikan UMP ini tentu akan menggoyang perusahaan, keuntungan mereka akan terpangkas.
Berdasarkan pemikiran itulah pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan mengambil jalan tengah dengan mengimbau para Gubernur menyamakan UMP 2021 dengan UMP 2020. Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah meminta Gubernur agar tidak menaikkan UMP 2021.
Namun ada 5 dari 34 provinsi di Indonesia yang tidak menuruti himbauan Menaker tersebut. Ke 5 provinsi yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.
Jakarta sebagai ibukota RI mendapatkan sorotan yang paling tajam. Dalam keterangannya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Minggu (1/11/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan bahwa UMP DKI Jakarta 2021 akan dinaikkan sebesar 3,27 persen, menjadi Rp 4,4 juta di 2021 dari semula Rp 4,2 juta sebulan di 2020.
Secara asimetris Anies Baswedan menyebutkan kebijakan itu adil. "Silakan daftarkan perusahaan yang terdampak Covid-19 ke Disnaker, nanti akan dinilai," kata Anies.
Adil, karena Anies Baswedan hanya akan menerapkan UMP yang baru itu kepada perusahaan-perusahaan yang tidak terdampak Covid-19. Sedangkan bagi perusahaan yang terdampak Covid-19 tetap berlaku UMP tahun 2020.
Apakah kenaikan sebesar 3,27 persen itu bijaksana atau besar? Dalam hal ini kita harus melihat kepada Jawa Timur, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bahkan menaikkan UMP 2021 nya sebesar 5,65 persen.
Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Hariyadi Sukamdani mengklaim kebijakan mantan Mendikbud itu bakal menimbulkan kesulitan untuk membuat kriteria yang jelas mana perusahaan yang terdampak atau tidak terdampak Covid-19.
"Kebijakan ini berpotensi menimbulkan gelombang PHK secara besar-besaran," kata Sukamdani.
Lebih lanjut Sukamdani mengatakan kebijakan Anies Baswedan bakalan menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan.
Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B DKI Jakarta, mengklaim jika kebijakan Anies Baswedan itu tidak sejalan dengan kebijakan pusat. Hal ini men simbol kan jika Anies Baswedan tidak mengerti aturan dan Anies hanya ingin terlihat berbeda.
"Gubernur nyata ingin terlihat berbeda dari pemerintah pusat dan jelas gubernur tidak paham aturan," kata Gilbert, Senin (2/11/2020) di CNN Indonesia.
Gilbert menilai kebijakan mantan Mendikbud itu sangat membingungkan pengusaha, sulit menentukan kriteria mana perusahaan yang terdampak dan mana yang tidak terdampak Covid-19.
Keberatan lainnya yang dialami pengusaha, menurut Gilbert, di masa pandemi Covid-19 ini sudah banyak perusahaan yang rugi bahkan gulung tikar yang mana itu berakibat banyak pekerja yang di PHK.
Lebih lanjut Gilbert menjelaskan bagi seorang pekerja, mereka lebih baik tidak di PHK daripada tidak menerima gaji di masa-masa wabah seperti sekarang ini.
Bukan saja perusahaan besar yang rugi, UMKM pun banyak yang terimbas wabah. "Untung karyawan nya tidak PHK," kata Gilbert.
"Anies cuma bisa menginjak rem, tapi tidak bisa menginjak gas," Gilbert mengumpamakan.
Anda tentu dapat mengerti apa yang dimaksud kader PDI-P itu?
Anies menginjak rem, artinya Anies secara asimetris adil, dinaikkannya UMP 2021 berlaku bagi perusahaan yang tidak terdampak, sedangkan perusahaan yang terdampak Covid-19 tetap mengikuti aturan Menaker.
Tidak bisa menginjak gas, artinya Anies Baswedan tidak bisa mendorong perekonomian. Kenaikan UMP bakal menimbulkan kesulitan bagi pengusaha dan gelombang PHK yang tidak diinginkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H