Global Hunger Index melaporkan persentase bayi-bayi yang baru dilahirkan di Timor Leste yang mengalami malnutrisi semakin meningkat. Bayi-bayi mereka lemah dan kurus kering.
Setengah dari populasi di Timor Leste juga mengalami apa yang disebut dengan dwarfisme (kekerdilan). Akibat malnutrisi tersebut anak-anak di Timor Leste terancam banyak mengalami stunting.
Ketika memutuskan lepas dari Indonesia, sebenarnya mereka memiliki minyak bumi dan gas yang terbenam di Laut Timor. Akan tetapi kini sumber penghidupan itu cadangannya semakin menipis.
Untuk dapat hidup, mereka terpaksa harus menjadi negara pengutang, dan dari belas kasihan negara lain.
"Hari ini kami mempunyai kemerdekaan, tapi kami miskin, kami tidak mempunyai sandang dan pangan," ujar Fortunado D'Costa, seorang warga Timor Leste kepada Caitin McGee.
Yang disebut terakhir, Caitin McGee, adalah seorang jurnalis dari Selandia Baru. McGee mengajak Asia New Zealand Foundation menggelar suatu penelitian di Dili pada tahun 2017 lalu.
Para peneliti itu menemukan adanya kesenjangan yang lebar antara Dili, Ibukota Timor Leste, dengan kota-kota pinggiran. Mereka hidup dalam situasi yang begitu kumuh dan memilukan.
Lebih lanjut, D'Costa, warga pinggiran itu, mengatakan jika mereka (orang-orang yang konflik dengan Indonesia) dianggap pahlawan.
"Tapi mereka kini mengkhianati kami, kami diabaikan pemerintah Timor Leste," kata D'Costa.
D'Costa juga mengatakan jika orang-orang Timor Leste yang pro Indonesia mengalami nasib yang lebih baik dari mereka.Â
D'Costa juga mengatakan Ramos Horta (Presiden ke 2 Timor Leste setelah merdeka dari Indonesia) dan kolega-koleganya telah melupakan mereka.