Pada saat merdeka, mereka mempunyai nafkah dari kekayaan minyak bumi dan gasnya yang terbenam di Laut Timor. Akan tetapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, penyesalan datangnya belakangan.
Laporan dari Global Hunger Index, 21 tahun kemudian (referendum Agustus 1999 yang disponsori PBB, mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk lepas dari Indonesia), menyatakan jika Republik Demokratik Timor Leste kini menjadi negara nomor dua terlapar di dunia setelah Chad (Afrika Tengah).
Separuh dari penduduk Timor Leste mengalami apa yang disebut dengan dwarfisme (kekerdilan). Bayi-bayi yang baru dilahirkan terlihat nampak kurus kering dan lemah karena kekurangan malnutrisi. Hal itu nantinya akan menyebabkan mereka menjadi stunting.
Kekayaan mereka yang menjadi andalan yaitu minyak bumi dan gas kini persediaannya semakin menipis. Untuk menyambung hidup, negara lantas banyak menghutang kepada negara lain. Timor Leste juga kini cuma berharap mendapatkan belas kasihan dari negara lain.
Coba kalau dulu masih menjadi bagian dari Indonesia. Kenapa mereka ngotot ingin lepas dari Indonesia? Sekiranya demikian, mereka tidak akan menderita seperti ini. Namun kini nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan kemudian tiada guna.
Sedikit mengenai Ramos Horta. Sebelum menjabat sebagai Presiden ke-2 (20 Mei 2007) setelah merdeka dari Indonesia, Ramos Horta yang blasteran (ibu Timor Leste dan ayah Portugis) ini menjabat Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Bumi Lorosae. Ramos Horta pernah mendapat penghargaan Nobel Perdamaian tahun 1996.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H