Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tokoh Timor Leste Ini Ungkapkan Rakyat di Bumi Lorosae Tak Akan Lupa Jasa Soeharto

22 Oktober 2020   10:02 Diperbarui: 22 Oktober 2020   10:17 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Kristus Raja di bukit Fatucama, timur Kota Dili (saputrazeus.wordpress.com)

Indonesia bukan satu-satunya negara yang pernah menduduki Republik Demokratik Timor Leste (dulu Timor Timur). Seperti diketahui sebelumnya, sejak abad ke 16, Timor Timur dijajah oleh bangsa Portugis.

Melalui Fretilin (Front Revolusi Kemerdekaan Timor Leste), pada 28 Nopember 1975, Bumi Lorosae menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan Portugis. Sembilan hari kemudian, militer Indonesia atas perintah Presiden Soeharto saat itu, menginvasi dan menjadikan Bumi Lorosae menjadi provinsi Indonesia yang ke 27.

Sesudah itu, Bumi Lorosae mengalami konflik yang terus menerus dan bentrokan antara Fretilin dengan militer Indonesia.

Konflik yang berkepanjangan ini memicu diadakannya referendum yang disponsori PBB pada akhir Agustus 1999. Pada akhirnya, rakyat Timor Timur secara mayoritas menginginkan lepas dari Indonesia.

Hasil referendum itu mendorong milisi Anti Kemerdekaan Timor Timur yang didukung militer Indonesia melakukan politik bumi hangus. Lebih dari 1.400 rakyat Timor Timur dibunuh, dan lebih dari 300.000 lainnya terpaksa mengungsi ke wilayah Timor Barat.

Pada September 1999, Interfet (Angkatan Udara Untuk Timor Timur) lantas diterjunkan ke Bumi Lorosae untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan milisi.

Setelah PBB turun tangan, pada akhirnya Timor Timur diakui menjadi sebuah negara pada 20 Mei 2002. Nama "Leste" dari bahasa Portugis ditambahkan di belakang "Timor" menjadi "Timor Leste".

Dengan lepasnya mereka dari NKRI, tentu kini mereka harus berjuang sendiri menafkahi kehidupannya dengan tanpa bantuan lagi dari Indonesia. Semula mereka cukup dapat menghidupi rakyatnya karena memiliki cadangan minyak bumi dan gas yang tertanam di Laut Timor.

Akan tetapi sebuah laporan 21 tahun kemudian, Global Hunger Index menyebutkan dan menempatkan Bumi Lorosae sebagai negara kedua terlapar di dunia setelah Chad!

Dan yang paling mengkhawatirkan, minyak bumi dan gas yang mereka punyai persediaannya semakin menipis. Timor Leste kini hidup dari belas kasihan negara lain dan mau tidak mau harus menjadi salah satu negara pengutang!

Penyesalan kini dirasai rakyat Timor Leste. Andai saja dulu mereka tidak ngotot ingin melepaskan diri dari Indonesia, hidup mereka tidak akan menderita seperti ini.

Timor Leste kini memang telah merdeka dari Indonesia, namun ada sejumlah kenangan yang ditinggalkan dari Indonesia sebagai mantan negara penjajah.

Salah satunya, hal tersebut diungkapkan oleh Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo, beberapa saat setelah meninggalnya Soeharto. Seperti diketahui, Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 dalam usianya yang ke 87 tahun.

"Orang-orang di Bumi Lorosae tidak bisa melupakan jasa-jasa besar Soeharto kepada kepada Timor Timur di segala segi kehidupan," kata peraih Nobel Perdamaian 1996 sekaligus eks Administrator Apostolik Dili. Hal itu dikatakan Ximenes Belo di Portugal kepada Antara, Senin (28/1/2008).

Belo mengatakan kendati Pak Harto sudah meninggal, akan tetapi dia berharap siapa pun penggantinya tetap mempunyai semangat seperti Presiden RI ke 2 itu dan terus menjalin kerjasama dengan Timor Leste.

Ximenes Belo juga menyatakan paska meninggalnya Soeharto, kerinduannya timbul dia ingin kembali ke Bumi Lorosae untuk memutar kembali perjalanan Presiden RI ke 2 selama masa pendudukan kurun 1976-1999 (24 tahun) tersebut.

Ximenes Belo juga menyatakan dan merasa bangga bahwa selama hidupnya dia pernah bertemu secara langsung dalam tiga kesempatan dengan Soeharto.

Pertemuan pertama adalah ketika Soeharto dan ibu Tien Soeharto melawat ke Dili guna meresmikan Gereja Katedral di kota itu.

Pertemuan kedua adalah ketika Soeharto meresmikan Patung Kristus Raja. Dan pertemuan yang ketiga adalah di Cendana.

Patung Kristus Raja yang diresmikan Soeharto itu merupakan patung tertinggi dan terbesar di dunia setelah Patung Christ The Redemeer di Brasil (36 meter). Sedangkan Patung Kristus Raja yang didirikan di atas Bukit Fatucama, bagian timur Dili tingginya 27 meter.

Angka 27 adalah simbol jika Timor Timur adalah provinsi ke 27 Indonesia.

Patung yang didirikan pada tahun 1996 itu kini dijadikan ritual keselamatan doa bagi penduduk dan juga menjadi salah satu destinasi wisata dari dalam negeri maupun mancanegara.

Ximenes Belo menceritakan pertemuan ketiganya dengan Presiden Soeharto di tempat kediaman di Jalan Cendana, Jakarta.

Ximenes Belo tidak sendirian, tetapi dia ditemani oleh Uskup Basilio do Nascimento. 

"Kepada kami beliau menjelaskan tentang ideologi Pancasila dan berharap jika kami kembali ke Bumi Lorosae dapat menjelaskan Pancasila ini ke masyarakat di sana," kata Ximenes Belo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun