Sesuatu yang mustahil dilakukan pada jaman Orde Baru kini menjadi mungkin terjadi pada era reformasi. Bambang Trihatmodjo, pengusaha tajir, anak ke 3 Soeharto diperlakukan demikian.
Akan tetapi kemudian, Keputusan Menteri Keuangan itu pada akhirnya menimbulkan pro dan kontra.
Sasmito Hadinagoro, seorang pengamat Ekonomi dan Politik LPEKN (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara) Â menduga keputusan ini adalah sebagai bentuk pengalihan isu kepada sejumlah skandal keuangan negara yang tengah terjadi sekarang ini.
Sasmito mencontohkan salah satu tersebut yaitu skandal Bank Century sebesar Rp 7,9 triliun. "Jelas ada peran Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK ketika itu," kata Sasmito, Minggu (20/9/2020).
Sasmito berpendapat pemerintah sudah melakukan tebang pilih. Penangkalan kepada BT sangat tidak masuk akal.
Isa Rachmatarwata, Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, mengatakan alasan penangkalan karena BT belum melunasi kewajibannya. Menurut Isa, Menteri Keuangan selaku ketua panitia urusan piutang negara sudah menjalankan tugas dengan semestinya.
Isa juga menambahkan tentang cara pembayaran itu, bisa dibayar langsung, atau tenggat. "Bisa dibicarakan dengan panitia," katanya.
Akan tetapi Isa tidak mau mengungkapkan ke publik berapa total jumlah piutang yang harus dibayarkan BT kepada negara.
Kuasa hukum BT, Hardjuno Wiwoho, menilai keputusan Menkeu dibuat dengan tanpa memiliki dasar hukum yang kuat.
"Yang menjadi KMP (Konsorsium Mitra Penyelenggara) SEA Games itu adalah PT Tata Insani Mukti. PT TIM yang harus dijadikan subyek hukum. Konsorsium sebagai perdata bukan subyek hukum sehingga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban," katanya.
Menurut Hardjuno lagi seharusnya Sri Mulyani justru berterimakasih karena yang membiayai SEA Games itu bukan pemerintah tetapi swasta, dan dalam hal tersebut selayaknya Bambang diberi penghargaan karena sudah menyelamatkan wajah Indonesia di level Asia.