Pengangkatan dan pelantikan para pegawai, khususnya ASN (Aparatur Sipil Negara) untuk mengisi jabatan di suatu institusi pemerintahan, baik pusat maupun daerah adalah hal yang umum.
Namun, dilansir dari Sriwijaya Post, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo mengeluarkan ancaman akan membatalkan pengangkatan 14 ASN hanya dikarenakan ke 14 ASN itu tidak fasih membaca Al Qur'an.
Pada Senin (31/8/2020) Bupati termuda di kawasan timur Indonesia itu melantik 76 ASN pemerintahan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Ke 76 ASN tersebut sebelumnya sudah lulus tes dalam kemampuannya membaca Al Qur'an. Tes kemampuan mengaji Al Qur'an itu diadakan pada hari Minggu (30/8/2020) di Rumah Jabatan Bupati Gowa.
Akan tetapi ada 14 orang yang dites tersebut yang tidak fasih membaca Al Qur'an. Adnan Purichta memberikan waktu enam bulan kepada 14 orang yang tidak fasih Al Qur'an dalam tes hari Minggu (30/8/2020) itu untuk belajar membaca dan fasih Al Qur'an.
Jika dalam waktu yang diberikan itu belum juga fasih, maka mereka akan dibatalkan pengangkatannya sebagai ASN di lingkungan pemerintahan Kabupaten Gowa.
"Saya menyaksikan langsung tes ini sebagai syarat utama bagi promosi jabatan bagi ASN yang Muslim (eselon I II III dan IV)," ucap Bupati.
"Tes mengaji ini adalah syarat untuk menjadi ASN di sini, sudah mendapatkan ijin dari Kementerian Dalam Negeri," kata Muh Basir, Kepala BKSPDM Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Dikabarkan pula ke 14 calon ASN tersebut sudah meneken kesepakatan di atas meterai, jika dalam waktu yang diberikan belum juga fasih Al Qur'an, maka mereka bersedia dibatalkan menjadi ASN di lingkungan pemerintahan Kabupaten Gowa.
Peraturan aneh ini sempat mendapat pujian dari Andi Tenriwati Tahri, Kabag Umum Sekda Kabupaten Gowa. Tenriwati Tahri salut dengan kebijakan yang diambil bosnya.Â
"Selain akademik, beliau juga mengedepankan aspek spritual," ujarnya.
Tanggapan
"Bukannya diangkat berdasarkan kinerja, ini malah dites mengaji," tulis Tsamara Amany, seorang politikus PSI (Partai Solidaritas Indonesia) di akun Twitternya, Selasa (1/9/2020).
"Mengaji kan untuk ibadah," lanjut mantan caleg DPR RI menanggapi kejadian di Gowa tadi.
"Bagaimana mengaji dapat dijadikan ukuran untuk pengangkatan ASN, bagaimana kalau bukan yang Muslim?," kata politisi muda ini.
Wanita kelahiran Jakarta, 24 Juni 1996 (24 tahun) ini meminta pemerintah daerah membuat seleksi birokrasi berdasarkan merit/kinerja, bukannya dikaji dari kemampuan membaca Al Qur'an.
"Mau cari pejabat atau ustadz?" kata pegiat sosial Denny Siregar.
Senada dengan Ketua DPP PSI Tsamara Amany, Denny Siregar juga mengkritik dan meminta akun @kemendagri untuk mengedit kebijakan tersebut.
Memang ada hubungannya kepandaian mengelola daerah dengan fasih membaca Al Qur'an? tulis Denny di Twitternya, Selasa (1/9/2020).
"Kegiatan keagamaan adalah pribadi, tidak boleh ada Perda atau peraturan Bupati yang melanggar UU ASN," kata anggota Komisi II DPR RI Syamsul Luthfi yang sangat menyayangkan tindakan Adnan Purichta. Dalam UU ASN tidak ada pasal yang mengatur tentang hal tersebut.
Tidak sepatutnya ada ancaman seperti itu.
Politisi Partai NasDem itu menilai tindakan Adnan telah tumpang tindih.
Tsamara Amany
Nama Tsamara Amany mulai lebih dikenal ke permukaan saat dia didaulat menjadi juru bicara pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-Ma'ruf Amin menjelang perhelatan Pemilu 2019 yang lalu.
Amany menyelesaikan studinya selama 3,5 tahun (S1) bidang Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina Jakarta dengan cum laude.
Amany sempat mengatakan jika dirinya sangat kagum dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bahkan dia sempat bercita-cita ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Pada tahun 2015 Amany pernah magang menjadi staf di Balai Kota DKI ketika BTP masih menjadi gubernur.
Terjun ke dunia politik, Amany memilih bergabung dengan PSI (Partai Solidaritas Indonesia), partai yang beranggotakan banyak milenial. Pimpinan partai baru ini, Grace Natalie, langsung menunjuk Amany sebagai Ketua Bidang Eksternal sejak 2017.
Amany berkeinginan mengajak anak muda untuk ikut berbicara di politik maupun sosial. Jangan hanya karena takut dianggap berpihak, jadinya hanya berdiam diri.
Prof Nadirsyah Hosen, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Monash, Australia, menyebutkan kalau Amany adalah sosok yang cerdas dan "berbahaya".
Amany juga mendapatkan banyak dukungan bukan saja dari kaum muda, namun juga dari pengamat politik, akademisi, dan selebritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H