Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diminta Kembalikan Beasiswa Rp 774 Juta, Veronica Koman Minta Hal ini ke Sri Mulyani

13 Agustus 2020   10:03 Diperbarui: 13 Agustus 2020   10:04 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Setelah meminta interpol untuk red notice dan mengancam membekukan paspor saya, kini pemerintah juga meminta untuk mengembalikan beasiswa yang saya terima pada 2016," demikian tulis Veronica Koman di laman Facebook-nya, Selasa (11/8/2020).

Pernyataan Veronica Koman, seorang pengacara dan pegiat HAM asal Indonesia itu, muncul setelah pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Keuangan, meminta wanita berusia 32 tahun itu untuk mengembalikan uang LPDP yang sudah diberikan kepadanya pada 2016 lalu.

Alasan pemerintah meminta dikembalikannya uang sejumlah Rp 773,8 juta itu karena yang bersangkutan, Veronica Koman Liau, tidak kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya.

Koman dianggap telah melanggar salah satu butir dari kontrak yang sudah ditandatangani ketika dia menerima beasiswa dari LPDP.

Direktur Utama LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), Rionald Silaban, mengatakan aturan ini berlaku bukan saja untuk Koman, tapi untuk semua penerima beasiswa LPDP.

"Mereka harus kembali ke Indonesia usai menuntaskan studinya," kata Rionald, Selasa (11/8/2020).

Rionald mengatakan pihaknya sudah melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan, namun Koman tidak mempedulikannya.

"Semua mahasiswa yang tidak kembali ke Indonesia, akan diperlakukan sama, harus mengembalikan dana yang sudah diberikan," tuturnya.

Rionald menjelaskan bahwa sanksi itu pernah diterapkan kepada mahasiswa lainnya, selain Koman.

Veronica Koman, wanita kelahiran Medan, 14 Juni 1988 itu sekarang sedang berada di Sidney, Australia. Polisi menetapkan Koman sebagai tersangka penghasut berdasarkan postingan wanita yang ber almamater di Universitas Pelita Harapan Jakarta itu yang isinya berbau penghasutan.

Postingan Koman itu dianggap telah memicu munculnya demonstrasi di Papua berdasarkan insiden rasisme yang terjadi di Surabaya pada 4 September 2019 lalu.

Polisi pun menetapkannya sebagai tersangka biang kerusuhan dengan status DPO (Daftar Pencarian Orang).

Setelah kuliah spesialisasi hukum internasional di Universitas Pelita Harapan dia mendapatkan beasiswa LPDP untuk studi S2 di Australian National University, 2017.

Perihal ancaman yang di maklumat pemerintah itu, Koman membantah jika dirinya tidak kembali ke tanah air usai menuntaskan studi (S2) Masters of Laws nya.

Koman mengaku kembali ke tanah air untuk meneruskan advokasinya tentang HAM Papua. Tidak ke Jakarta, tetapi ke Jayapura.

Setahun kemudian, usai berbicara di forum  PBB tentang HAM di Swiss, pada 2019, dia juga kembali ke Indonesia.

Koman menuduh pemerintah akal-akalan dengan menjatuhkan sanksi berupa finansial kepadanya dan agar dia tidak lagi bicara kepada masyarakat Papua.

"Menekan saya agar menghentikan advokasi HAM di Papua," tulis lagi Koman di Facebook, Selasa (11/8/2020).

Detik.news melaporkan wacana permintaan LPDP agar Koman mengembalikan apa yang sudah diberikan sebagai beasiswa itu mendapat tanggapan dari DPR.

"LPDP adalah uang rakyat, yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia harus kembali ke Indonesia," kata Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf, kepada para awak media, Rabu (12/8/2020).

Pernyataan ini datang dari Komisi X, karena komisi ini memang membidangi masalah pendidikan.

"Kalau pemerintah minta kembali, saya rasa wajar," lanjut Dede Yusuf.

Koman mengatakan ketika dia ditetapkan sebagai DPO oleh kepolisian Indonesia pada Agustus tahun lalu, saat itu dia sedang memanfaatkan masa visa tiga bulannya untuk menghadiri acara wisuda.

Kendati berstatus DPO Koman mengaku tetap bersuara ketika pemerintah memblokir internet di bumi Papua.

"Saya kala itu tetap mengunggah foto dan video orang-orang Papua yang turun ke jalan," ujarnya.

Oleh karenanya, Koman telah melayangkan sebuah surat yang ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar bersikap adil dan netral.

"Sehingga tidak menjadi bagian lembaga yang menghukum saya karena pembelaan saya pada HAM Papua," ujarnya.

Sir Ronald Wilson Human Rights Awards pernah dianugerahi untuk Koman pada 2019.

Benarkah tuduhan pemerintah dia telah melanggar kesepakatan program pemberian LPDP, atau apakah benar itu hanya akal-akalan dari pemerintah untuk menekan dirinya agar tidak lagi berbicara soal Papua.

Mungkin apa yang dimaksudkan LPDP kembali ke Indonesia adalah menetap dan mengabdikan dirinya untuk kepentingan bangsa.

Pandangan lain mengatakan kalau Koman mendukung gerakan Papua untuk merdeka. Padahal jelas-jelas Papua adalah NKRI. Sudah selesai di PBB.

Ada juga pandangan yang mengatakan tindakan LPDP itu hal yang memalukan, jelas-jelas Koman tidak melanggar apa pun.

Menerima beasiswa bukan berarti tidak boleh melontarkan kritik kepada pemerintah.

Bagaimana pandangan Anda?

Jika kita dibayar, maka sebaiknya kita membalas apa yang dilakukan. Jika yang membayar kita itu membenci, kembalikan saja uangnya.

Atau jangan diterima sekalian sejak semula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun