Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Infeksi Ganda DBD dan Covid-19 Mengancam Indonesia

23 Juni 2020   10:22 Diperbarui: 23 Juni 2020   10:21 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nyamuk Aedes Aegypti (alodokter.com)

Di masa perhatian semua orang tertuju kepada semakin mengganasnya Covid-19 di Indonesia. 

Beberapa pengamat mengatakan posisi Indonesia tertinggi kasus Covid-19 di Asia Tenggara karena sejak awal pemerintah meremehkan virus asal Wuhan itu.

Tapi jangan lupa Indonesia juga kini sedang dihadapkan pada kasus demam berdarah, apalagi kasus ini selalu berulang setiap tahunnya di musim pancaroba seperti sekarang ini.

Anda harus waspada, karena DBD ini muncul setelah redanya banjir atau curah hujan yang tinggi.

Terus terang, saya terhenyak oleh kabar - KOMPAS, Selasa (23/6/2020), "Penyakit DBD Terus Mengancam" -  mewabahnya DBD diwaspadai pemerintah.

"Jumlah kasus DBD di Indonesia ada 68.000 kasus hingga saat ini," kata Siti Nadia, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Senin (22/6/2020), di YouTube BNPB.

Menurut Nadia angka kematian sudah mencapai 346, sedangkan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mencatat angka kasus-kasus tertinggi DBD (Demam Berdarah Dengue). 

Per 21 Juni Jawa Barat mencatat 10.596 kasus.

Berita yang diperoleh dari detik.com, jumlah kasus DBD di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada semester pertama 2020 ada 463 kasus, 11 orang di antaranya meninggal.

Sedangkan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, ada 61 kasus DBD pada empat bulan pertama tahun 2020 ini, dan 2 di antaranya meninggal.

Sampai Senin kemarin, Jawa Barat berada di posisi ke 4 jumlah kasus Covid-19 (2.849). Hal tersebut memungkinkan orang yang Covid-19 juga memiliki risiko Demam Berdarah Dengue.

Seperti halnya virus korona, DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan penyakit yang mudah menular. 

Penyakit DBD ini berasal dari virus dengue.

Virus DBD ini dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti, dan biasanya terjadi di daerah beriklim tropis (seperti Indonesia) atau subtropis.

Bagaimana DBD menular?

Jika nyamuk Aedes Aegypti (terutama jenis betina) atau Aedes Albopictus ini menggigit kulit atau menghisap darah seseorang yang memang sudah DBD, lantas si nyamuk tersebut menggigit lagi orang lain. Di sinilah terjadinya penularan.

Kedua nyamuk tersebut mempunyai daya jelajah terbang cukup tinggi, yaitu 100 meter untuk mencari mangsanya, kulit manusia yang digigit.

Virus Chikungunya dan Zika juga ditularkan oleh kedua jenis nyamuk itu.

Sama seperti Covid-19, DBD juga memiliki gejala demam dan flu.

Pada bulan Juni ini masih ditemukan ada 100-500 kasus DBD per harinya di Indonesia.

Kasus Covid-19 dan kasus DBD ganda?

Ya, sampai saat ini ada sejumlah 460 kota/kabupaten yang melaporkan ke Kemenkes terdapat kasus DBD. Dari jumlah itu, 410 di antaranya juga ada kasus Covid-19.

Jadi ada 410 kota/kabupaten yang beban ganda, Covid-19 dan DBD.

Untuk mencegah penularan DBD, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman yang disebut dengan 3M. 

Singkatan dari Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang.

Kuraslah secara rutin tempat-tempat yang biasa digenangi air, seperti drum, vas bunga, tong, bak mandi/WC, tempayan, botol bekas, kaleng bekas, talang air, dan sebagainya.

Untuk membuang jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti yang sering menempel di tempat-tempat seperti itu.

Segera bersihkan tempat-tempat seperti ini, dan buanglah cepat-cepat barang-barang yang sudah menjadi sampah itu ke tempatnya. Karena kesehatan keluarga Anda terancam.

Tutuplah kembali rapat-rapat segala macam tempat penampungan air untuk menghindari nyamuk bertelur lagi. Jangan ragu membuang barang bekas yang sudah tidak bernilai guna antisipasi nyamuk bersarang di barang seperti itu.

Pada intinya, kita harus rajin untuk membersihkan tempat-tempat dimana biasanya nyamuk bersarang di rumah.

DBD (seperti halnya Covid-19) sampai saat ini belum ada obatnya, vaksin yang ada belum begitu efektif.

Pengobatan yang dilakukan dokter fokus untuk mengatasi gejala agar infeksi tidak semakin parah.

Salah satu cara untuk menghindari penularan adalah berjaga-jaga agar kita tidak digigit nyamuk.

Kasus DBD di Indonesia ditemukan pertama kalinya pada tahun 1968. Pada saat itu, penderita Demam Berdarah Dengue di Indonesia ada 0,05 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2016 meningkat menjadi 86 per 100.000 penduduk.

Dari cuma sedikit, kasusnya meningkat pesat. Bahkan jumlah penderita DBD di Indonesia nomor dua terbanyak di dunia setelah Brasil.

Selain demam yang tiba-tiba, gejala seseorang terkena DBD adalah sakit perut, bintik-bintik merah, nyeri persendian, pegal-pegal, dan sakit kepala.

Gejala-gejala tersebut akan terjadi dalam kurun waktu 4-7 hari sesudah digigit nyamuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun