Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Di Inggris, Ibuprofen Diuji sebagai Obat Covid-19

13 Juni 2020   09:02 Diperbarui: 13 Juni 2020   16:59 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Obat anti inflamasi Ibuprofen (hellosehat.com)


Bila kita membeli obat, dalam kemasannya sering kita membaca tulisan, salah satunya obat itu mengandung Ibuprofen.

Selama ini Ibuprofen berfungsi sebagai peredam rasa sakit, mengurangi flu, selesma, nyeri haid, dan sakit otot.

Selain berfungsi analgesik atau peredam sakit seperti disebutkan di atas, Ibuprofen juga berfungsi sebagai antiperetik atau penurun panas.

Sehubungan dengan mewabahnya virus Covid-19 sekarang ini, para ahli mulai meneliti apakah Ibuprofen dapat juga digunakan untuk meringankan pasien dengan gejala korona.

Hal itu dikarenakan adanya kesamaan dari gejala Covid-19 yaitu demam atau panas.

Sebelumnya, WHO pernah menyarankan agar tidak menggunakan Ibuprofen sebagai obat Covid-19 karena kecemasan akan memperparah kondisi. 

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) RI mengatakan selama ini Ibuprofen sebagai obat anti inflamasi terbukti dapat menurunkan demam. Ibuprofen dalam bentuk sirup atau tablet tersedia dalam kemasan 100 dan 200 mg dapat dibeli tanpa resep dokter.

BPOM mengatakan kendati WHO menyarankan tidak menggunakan Ibuprofen untuk gejala korona, tapi badan kesehatan dunia (WHO), otoritas kesehatan Uni Eropa (EMA), dan Amerika Serikat (US-FDA) memang mengakui selama ini belum ada data uji, dan baru sebatas teori.

Catatan, EMA (European Medicines Agency) dan FDA (Food and Drug Administration) itu tugas dan fungsinya sama dengan Badan POM RI.

Badan POM nya RI.

Tim gabungan dari Rumah Sakit King's College dan Guy's and St Thomas di London mengadakan percobaan, pasien di RS itu selain diberi perawatan biasa, juga dicampur dengan Ibuprofen.

Para peneliti berharap Ibuprofen dapat membantu pasien tidak menggunakan ventilator untuk bernafas, karena Ibuprofen murah. Sedangkan ventilator jauh lebih mahal.

Prof Mitul Mehta dari King's College mengungkapkan ujicoba obat tersebut pada hewan menuai hasil yang memuaskan.

"Harus dicoba juga pada manusia," katanya kepada BBC, Sabtu pekan lalu.

Merujuk pada tulisan Menteri Kesehatan Perancis Olivier Veran di jurnal medis Lancet, WHO tidak menyarankan anti inflamasi dipakai untuk Covid-19.

WHO lebih menyarankan Paracetamol untuk digunakan misalnya untuk maag, ketimbang Ibuprofen, sebab Paracetamol mempunyai efek samping yang lebih kecil.

"Pemakaian Paracetamol untuk demam harus sesuai takaran," kata WHO menambahkan.

Ibuprofen umum dijual bebas di pasaran dengan merek dagang brufen, nuprin, motrin, dan advil.

Menanggapi Veran, Reckitt Benckiser, perusahaan farmasi Inggris, menulis bahwa selama lebih dari tiga dekade Ibuprofen telah dipercaya sebagai obat analgesik dan antiperetik terbukti dengan standar yang aman.

Selama ini Reckitt Benckiser belum melihat adanya kaitan antara obat yang digunakan dengan meningkatnya kasus korona.

Pendapat berlainan dikemukakan oleh dua badan kesehatan, AS dan Inggris.

National Health Institute Amerika Serikat mengatakan obat anti inflamasi Ibuprofen dapat melemahkan sistem imunitas bagi pasien, orangtua, maupun anak-anak.

Akan tetapi, National Health Institute Inggris mengatakan selama ini tidak ada bukti kalau Ibuprofen dapat memperparah virus Covid-19.

Gejala Covid-19 sama, demam/panas. Dalam hal ini obat yang ada dengan gejala yang sama dapat digunakan. Walau demikian, BPOM senada dengan WHO yang lebih mengutamakan Paracetamol.

Ibuprofen harus dipakai dengan hati-hati dengan mengikuti petunjuk yang ada, soal efek samping, dan sebagainya. Namun Ibuprofen dilarang dikonsumsi oleh ibu hamil.

Apabila ada apa-apa yang dirasa tidak enak dengan pengkondisian obat tersebut, BPOM menyarankan agar segera menghubungi dokter untuk konsultasi.

"BPOM akan terus memantau dan bekerjasama dengan profesi kesehatan terkait dan melihat informasi terbaru dari WHO," kata BPOM.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM RI) adalah lembaga yang bertugas mengawasi peredaran obat dan makanan di tanah air.

Obat-obatan dan makanan yang diawasi BPOM itu antara lain, makanan olahan, kosmetik, psikotropika, obat-obatan tradisional, dan sebagainya.

Dalam menjalankan tugasnya BPOM bertanggungjawab langsung kepada Presiden melalui Menteri yang berurusan kesehatan. Badan POM merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang tugasnya mengawasi peredaran obat dan makanan di Indonesia.

Kepala BPOM dijabat oleh Dr. Ir. Penny Kusumastuti Lukito, M.CP., Ph.D. dari 2016 hingga sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun