Setelah mualaf tersebut, dia pun memulai hidup baru bersama tambatan hatinya di Sukabumi.
Di kota dingin yang terletak sekitar 120 kilometer selatan Jakarta itu, Hasanuddin mengayuh sebuah gerobak berbentuk seperti becak yang dipedalnya berkeliling kota Sukabumi.
Segelas es nanas atau es cincau yang dijualnya dihargai Rp 5.000,-.
"Untuk mendapatkan Rp 100.000 saja sekarang susah, tak jarang saya kekurangan uang," tuturnya.
Pria tua itu kadang mangkal di dekat kampus Universitas Muhammadiyah Sukabumi, lalu berkeliling dari daerah Degung ke Cikole dan seterusnya.
Sejak diunggah pada Januari tahun ini, tayangan video Hasanuddin sudah dilihat lebih dari 2,4 juta kali.
Para warganet pun bereaksi, banyak yang memberi semangat, memuji, dan tidak sedikit pula yang mengatakan mengalami hal yang sama.
Meski kini segalanya terbatas, namun Hasanuddin berulang kali mengucapkan syukur serta keadaan ini dianggapnya lebih baik ketimbang saat dia banyak harta dulu.
Dia tetap bersemangat berjualan es cincau dan es nanas.
Hasrat ingin tahu lebih banyak tentang apa itu roda kehidupan, saya mencoba berselancar di dunia maya.
Saya temukan artikel di Kompasiana Beyond Blogging tulisan saudara Bintang S yang berjudul "Roda Kehidupan".