"Jumlahnya lebih dari 1,6, saya yakin itu,"
Kalimat itu dinyatakan Ariyo Irhamna, seorang peneliti dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) kepada Fajar Indonesia Network (FIN).
Sebelumnya pemerintah mengeluarkan statement jumlah orang yang terkena PHK atau dirumahkan berjumlah 1,6 juta orang imbas dari mewabahnya virus korona di negara kita.
Untuk itu Presiden Jokowi sudah menitahkan para pembantunya untuk segera membagikan kartu prakerja dan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak lockdown.
Frans Larry Oktavianus (43 tahun) boleh jadi salah satu yang dirumahkan tadi.
Warga Dusun Karangasem, Ngering, Jogonalan, Klaten, Jawa Tengah itu mendapat sorotan karena dia nekat mau menjual ginjalnya karena tidak punya uang untuk menghidupi dirinya, istri dan keempat anaknya yang masih kecil-kecil.
"Anaknya yang paling besar kelas 3 SMA," kata Heru Utomo, Ketua RW 04 Desa Ngering, Minggu (3/5/2020).
Heru menjelaskan sebelum dirumahkan karena lockdown, Larry bekerja di sebuah tempat pencucian motor dan mobil di Yogyakarta, sedangkan istrinya di rumah tidak bekerja.
"Pekerjaan sepi, saya dirumahkan, padahal saya punya utang yang harus dibayar, buat makan dan kebutuhan lainnya," kata Larry menjelaskan mengapa dia ingin menjual ginjalnya, Sabtu (2/5/2020).
Sembari di dada dan punggungnya ditempeli kardus berisi tulisan ... saya ingin menjual ginjal.... untuk makan agar keluarga saya tidak diremehkan..... maaf saya bukan mengemis....
Larry mengatakan dia berjalan kaki dari kotanya bertujuan ke Semarang. Kalau memungkinkan, Larry ingin bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah untuk mendapatkan solusi.
"Jika memungkinkan saya ingin bertemu bapak gubernur, tapi saya kira beliau banyak kerjaan. Saya ingin seperti tulisan ini ....," kata Larry sembari matanya berkaca-kaca.
Larry mengakui dia dirumahkan dari pekerjaannya di sebuah tempat pencucian mobil dan motor dan mendapatkan pesangon Rp 300.000,-
"Uang itu sudah habis, anak saya empat, yang satu tidak sekolah, istri saya tidak bekerja, anak saya harus makan," lirihnya.
Larry berharap sembari berjalan kaki, dia dapat menemukan orang yang mau membeli ginjalnya.
Larry tidak tahu berapa harga ginjalnya. "Cuma itu yang tersisa dari saya," sembari menitikkan air matanya.
"Jika melanggar hukum, tunjukkan apanya, dan bagaimana solusinya," ujarnya lagi.
Semula istrinya tidak menyetujui keinginannya, tapi Larry tetap nekat, sebab harus memikirkan makan keluarganya.
Heru Utomo menjelaskan sebenarnya Larry bukanlah warga asli Klaten. Lelaki itu berasal dari Jakarta. Larry lalu tinggal di desa karena menikah dengan warga setempat dan berkeluarga dengan empat anak.
Lebih lanjut Heru menjelaskan sebenarnya lelaki itu sama seperti lainnya, mendapat perhatian dari pemerintah dan warga. Dia sudah diusulkan untuk mendapatkan berbagai bantuan. Misalnya PKH (Program Keluarga Harapan) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat).
"KIS memang belum dapat, karena KTP nya di desa ini baru jadi 3 bulan lalu, tapi itu sedang dalam upaya kita usulkan," jelas Heru.
Berhubungan dengan keinginan lelaki itu, pada Minggu (3/5/2020) jajaran aparat desa di sana mengadakan rapat yang terdiri dari tokoh masyarakat, Polsek, Koramil, pengurus RW, pengurus RT, perangkat desa lainnya, juga gugus tugas pengendalian dan pencegahan Covid-19.
Pernah terjadi
Penjualan ginjal untuk tujuan membayar utang atau untuk keperluan lainnya yang urgen sempat juga dialami oleh Candra Saputra.
Candra Saputra, caleg (calon legislatif) asal Pekalongan, Jawa Tengah menjadi buah bibir pada tahun 2014.
Candra menghabiskan uang sekitar Rp 400 juta untuk biaya kampanyenya. Uang untuk membiayai pencalonan dirinya di dapil 4 Kabupaten Pekalongan itu dia dapatkan dari pinjaman.
Namun Candra yang dari Partai Demokrat ini gagal. Kerabat dan saudara-saudaranya menagih utang kepadanya.
Tak mampu melunasi, Candra pun berangkat ke Jakarta untuk menjual ginjalnya supaya bisa melunasi utang-utangnya.
Kisahnya sungguh memilukan.
Saat di ibukota itu, dia terpaksa tidur di Mesjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, bersama puluhan tunawisma, karena dia kehabisan uang.
10 hari di ibukota, tak kunjung jua orang yang mau membeli ginjalnya.
Akhirnya Candra menemui Dahlan Iskan, Menteri BUMN saat itu, karena menurutnya Dahlan Iskan baik dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Dan memang benar, Dahlan pun turun tangan membantunya, sehingga utang-utangnya dapat dilunasi.
Melihat perbandingan tersebut, saya berharap agar nasib Frans Larry Oktavianus sama bahkan lebih baik dari Candra dan menemukan jalan keluarnya. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H