Media internasional melaporkan terkait kekhawatiran semakin menularnya wabah Covid-19, beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia mengambil keputusan untuk membebaskan ribuan narapidana dari balik jeruji besi.
Yang terbaru, dengan alasan tibanya Tahun Baru Thingyan, pemerintah Myanmar telah membebaskan 24.896 narapidana dari sejumlah penjara di negeri tersebut.
Sepertinya, pembebasan tahanan atau amnesti ini sudah biasa dilakukan pemerintah Myanmar. Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir, pembebasan teranyar itu merupakan yang terbesar di sana.
Keputusan pemerintah tersebut tidak lepas dari sejumlah desakan dari publik terkait kondisi penjara yang penuh sesak yang mana dikhawatirkan pandemi korona akan meluas di negara itu.
Tidak sembarangan, tahun ini Myanmar tidak memberikan amnesti kepada tahanan politik. Sedangkan pada tahun lalu, dua juru warta Reuters, Kyaw Soe Oo dan Wa Lone dibebaskan. Kedua wartawan itu dibui 500 hari terkait laporan mereka tentang krisis Rohingya pada tahun 2017.
Di Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan keputusan tentang pembebasan narapidana untuk menghindari semakin meluasnya penyebaran virus Covid-19.
Tidak sembarangan, para napi terorisme, narkoba, dan koruptor tidak termasuk dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 itu. Yang dilepaskan adalah hanya napi anak-anak dan napi umum.
Masalah lain muncul dari pembebasan 35.676 napi di Indonesia. Karena beberapa narapidana yang dibebaskan tersebut berbuat kriminal lagi, yang memaksa polisi untuk mencokok mereka lagi.
Sampai Sabtu (18/4/2020) Direktur Binapi Latkerpro Yunaedi mengatakan setidaknya ada 12 napi yang kembali melakukan kejahatan setelah mendapatkan amnesti tersebut.
GR (23 tahun) dari Lapas Kelas IIA Pontianak yang dibebaskan dan mendapatkan tahanan rumah, kembali berulah lagi. Bersama dua rekannya, GR mencuri ponsel.
Begitupun dengan AC dari Singkawang, Kalimantan Barat beraksi lagi dengan mencuri sepeda motor.