Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

KONI Sebaiknya Satuan Kerja Khusus di Bawah Kemenpora

21 September 2019   06:00 Diperbarui: 21 September 2019   06:06 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imam Nahrawi kelam (BBC.com)

Sungguh sangat disayangkan, undang-undang KPK yang sudah bertahan selama 17 tahun, akhirnya putus di jalanan. UU KPK tersebut telah menyumbang ikan-ikan besar dan kecil yang ditangkap dan dijebloskan ke dalam kerangkeng besi. Jumlahnya ratusan orang-orang yang ingin menikmati "segarnya" duit yang dengan gampang diperoleh.

Tak peduli hanya satu hari sesudah palu diketuk tanda disahkannya revisi UU KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap ikan besar lagi.

Setelah melakukan penyelidikan beberapa lama, pada Rabu (18/9/2019) Menpora Imam Nahrawi ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka commitment fee.

Total duit yang dikantongi Imam berjumlah Rp 26,5 miliar, dengan rincian tahun 2014-2018 Imam menerima duit lewat Ulum Rp 14,7 miliar, selanjutnya pada tahun 2016-2018 kakap Imam meminta duit Rp 11,8 miliar.

Presiden Joko Widodo mengaku sudah bertemu dengan Imam paska KPK menetapkannya sebagai tersangka permainan uang dan Jokowi juga sudah menerima surat pengunduran diri Imam Nahrawi.

Mengingat masa kabinet kerja yang sekarang ini akan berakhir tinggal sebulan lagi (pada 20 Oktober 2019), maka Pak Jokowi sempat memutar otak, apakah peran yang ditinggalkan, akan digantikan dengan status sementara (plt) ataukah langsung mengangkat Menpora yang baru.

PDI-P coba membantu jawab kebimbangan Presiden. Menurut politikus PDI-P, Eva Kusuma Sundari, wanita ini  lebih condong dan menyarankan agar plt saja. Dalam hal tersebut, Eva melihatnya dari segi kepraktisan saja. 

"Terserah Pak Jokowi, menteri-menteri yang aktif saja tidak diperbolehkan ambil keputusan strategis dalam sebulan terakhir ini. Plt atau definitif, menurut saya plt saja, praktis,", kata Eva, Kamis (19/9/2019) kepada awak media.

Lebih lanjut, Eva menjelaskan, dalam tempo sebulan terakhir ini tugas Menpora cuma adminstratif saja. Jadi tidak masalah, kalau pakai plt. 

Golkar melalui Ace Hasan Syadzily selaku Ketua DPP menyatakan tidak mau turut campur soal penentuan Menpora pengganti Imam. Partai Golkar mempersilahkan Pak Jokowi mengambil kebijakan yang tepat.

Jauh dari sportivitas

Jika dilihat dari sudut sportivitas, jelas sikap Menpora Imam Nahrawi jauh dari sikap-sikap yang di dunia olahraga sangat dihargai.

Tugas utama dari Menpora sebenarnya untuk memajukan serta peningkatan prestasi dalam setiap cabang olahraga.

Sikap sportivitas sangat dijunjung tinggi dalam setiap cabang olahraga, tanpa adanya sikap ini, maka seorang atlet sulit untuk mencapai prestasi yang baik.

Memang praktek permainan duit di dunia olahraga bukan barang baru di Indonesia.

Tetapi apa yang dilakukan Imam Nahrawi, sangat mengganggu upaya pemerintah dalam capaian tujuannya. "Dana yang harusnya untuk prestasi dan pemuda malah dicuri," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Rabu (18/9/2019).

Menengok ke belakang. Di jaman reformasi, selain ada Menpora, KONI, serta PB cabor yang terlibat di dalam rangka pembinaan olahraga, ada juga Satlak Prima (Program Indonesia Emas) yang menangani atlet-atlet berprestasi. Dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang bertanggungjawab atas prestasi olahraga.

Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, prestasi olahraga sangat tergantung dari adanya kucuran dana dari pemerintah. Jika tidak demikian, maka prestasi olahraga bakalan anjlok.

Seorang pengamat olahraga, Djoko Pekik Irianto, menyatakan dalil bahwa anggaran pemerintah untuk prestasi olahraga mencapai 70 persen pengaruhnya di Indonesia dan negara berkembang lainnya.

Mengulik UU No 3 tahun 2005, cabor yang meminta dana semisal untuk kejurnas atau pelatnas di dalam dan luar negeri harus membuat proposal terlebih dahulu, dengan kata lain PB cabor tidak menerima dana langsung dari APBN.

Birokrasi itulah yang secara cerdik dimanfaatkan oleh orang yang ingin menikmati indahnya kue. Kemenpora menyetujui dana Rp 47,9 miliar tahun 2018 kepada KONI. Di sinilah, Imam Nahrawi dkk mencegat dana tersebut.

Wacana untuk mengelola dana sempat muncul dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Anggota BPK, Achsanul Qosasi, tiga bulan lalu sempat rekomendasi kepada Kemenpora supaya KONI menjadi unit kerja khusus di bawah Kemenpora.

Usulan tersebut, lantas sudah diteruskan oleh Kemenpora kepada Kementerian Keuangan.

Menurut Achsanul, selama ini KONI dengan berbagai alasan meminta dana ke Kemenpora.

Di situlah kesempatan baik tersebut dimanfaatkan untuk bagi-bagi rejeki.

Apabila KONI satuan kerja khusus di bawah Kemenpora, maka KONI tidak usah lagi meminta dana dari Kemenpora. Sebab, keperluan dana KONI secara otomatis sudah ada dianggarkan dalam APBN di pos Kemenpora.

Siapa pengganti Imam? 

Macam-macam pendapat tentang siapa yang akan menjadi orang nomor satu di olahraga. Seorang kompasioner ada yang mengusulkan nama Erick Thohir dan Maruarar Sirait dengan berbagai alasan.

Pelatih kepala sprint PB PASI, Eni Nuraini, mengatakan kalau bisa Menpora adalah orang yang benar-benar paham dan menggeluti dunia olahraga. Eni berharap kasus yang menimpa Imam Nahrawi menjadi yang terakhir kalinya.

Bagaimana menurut Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun