Jika dilihat dari sudut sportivitas, jelas sikap Menpora Imam Nahrawi jauh dari sikap-sikap yang di dunia olahraga sangat dihargai.
Tugas utama dari Menpora sebenarnya untuk memajukan serta peningkatan prestasi dalam setiap cabang olahraga.
Sikap sportivitas sangat dijunjung tinggi dalam setiap cabang olahraga, tanpa adanya sikap ini, maka seorang atlet sulit untuk mencapai prestasi yang baik.
Memang praktek permainan duit di dunia olahraga bukan barang baru di Indonesia.
Tetapi apa yang dilakukan Imam Nahrawi, sangat mengganggu upaya pemerintah dalam capaian tujuannya. "Dana yang harusnya untuk prestasi dan pemuda malah dicuri," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Rabu (18/9/2019).
Menengok ke belakang. Di jaman reformasi, selain ada Menpora, KONI, serta PB cabor yang terlibat di dalam rangka pembinaan olahraga, ada juga Satlak Prima (Program Indonesia Emas) yang menangani atlet-atlet berprestasi. Dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang bertanggungjawab atas prestasi olahraga.
Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, prestasi olahraga sangat tergantung dari adanya kucuran dana dari pemerintah. Jika tidak demikian, maka prestasi olahraga bakalan anjlok.
Seorang pengamat olahraga, Djoko Pekik Irianto, menyatakan dalil bahwa anggaran pemerintah untuk prestasi olahraga mencapai 70 persen pengaruhnya di Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Mengulik UU No 3 tahun 2005, cabor yang meminta dana semisal untuk kejurnas atau pelatnas di dalam dan luar negeri harus membuat proposal terlebih dahulu, dengan kata lain PB cabor tidak menerima dana langsung dari APBN.
Birokrasi itulah yang secara cerdik dimanfaatkan oleh orang yang ingin menikmati indahnya kue. Kemenpora menyetujui dana Rp 47,9 miliar tahun 2018 kepada KONI. Di sinilah, Imam Nahrawi dkk mencegat dana tersebut.
Wacana untuk mengelola dana sempat muncul dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Anggota BPK, Achsanul Qosasi, tiga bulan lalu sempat rekomendasi kepada Kemenpora supaya KONI menjadi unit kerja khusus di bawah Kemenpora.