Wilayah Timur Tengah memang selalu menjadi topik hangat dan sorotan media internasional semenjak dahulu, terutama di sana ada Israel dan Palestina yang terus berseteru hingga kini dan entah kapan.
Tercatat di dalam Kitab Suci Ibrani, kaum Filistin (Palestina) merupakan kaum yang paling misterius. Orang-orang "yang tak disunat" tersebut mengendalikan Jalur Gaza modern dan wilayah pantai selatan Israel dan berseteru dengan tetangganya, Israel.
Orang-orang Filistin sempat menyerang Bahtera Nabi Nuh. Pasukan Raja Saul ketakutan melawan Goliath, raksasa orang Filistin. Namun akhirnya, raksasa Goliath dapat dikalahkan Daud yang cuma bersenjatakan sebuah ketepel.
Selain itu, ada juga wanita yang bernama Delilah yang jahat. Samson yang kuat, dipotong rambutnya oleh Delilah, sehingga kekuatan Samson menjadi hilang.
Aneh tapi nyata, memang orang Filistin dan Israel selalu bermusuhan semenjak jaman dahulu, seperti yang dapat dilihat di dalam Alkitab.
Pada Selasa (17/9/2019), Israel menggelar pemilu untuk menentukan apakah Benjamin Netanyahu sang Perdana Menteri dapat mempertahankan jabatannya, ataukah dia harus lengser.
Netanyahu bersaing dengan delapan kandidat lainnya, namun menurut rilis terbaru, Jum'at (13/9/2019), dua kubu saling sengit untuk menenangkan pemilu putaran kedua ini.
Seperti pada pemilu April 2019 lalu, Netanyahu dengan partai Likud yang berasal dari kubu kanan radikal bersaing paling seru dengan mantan kepala staf angkatan bersenjata Israel, Benny Gantz, dari Gerakan Biru Putih, faksi Kahol Lavan.
Pemungutan suara dimulai pukul 07.00 waktu setempat dan berakhir pukul 22.00. Sejumlah 18.800 personel dikerahkan untuk mengawal tempat-tempat di sekitar pemungutan suara.
6.395.000 warga Israel akan memilih 120 anggota Knesset (DPR Israel).
Israel meningkatkan pengawasan di sepanjang perbatasan Israel-Suriah, Israel-Jalur Gaza, dan Israel-Lebanon. Israel juga menutup Tepi Barat sejak Senin malam. Selama pemungutan suara berjalan, warga Palestina tidak diperbolehkan masuk dari Tepi Barat ke wilayah Israel.
Pemilu yang dihelat hanya lima bulan setelah Netanyahu gagal membentuk pemerintahan koalisi itu, diikuti oleh 32 faksi politik, namun diprediksi hanya 10 hingga 12 faksi politik yang bakal mendapat kursi di Knesset.
Kegagalan Netanyahu lima bulan lalu, disebabkan partai Yisrael Beiteinu yang dipimpin Avigdor Lieberman tidak mau komplot dengan koalisi pimpinan Netanyahu. Lieberman menuding Netanyahu banyak kompromi dengan Hamas. Tapi Netanyahu klaim sudah bersikap keras terhadap Hamas.
Undang-undang pemilu negara itu, pemerintahan koalisi dapat terbentuk kalau memperoleh sokongan minimum 60+1 kursi dari 120. Sikap politik Lieberman itu, membuat Netanyahu gagal membangun Knesset 60+1.
Netanyahu cemas, karena pemilu sekarang ini sangat menentukan masa depannya. Jika dia dapat menenangkan pemilu, maka hal itu dapat menggagalkan proses hukum kepada dirinya. Netanyahu sedang menantikan hari tanggal 2 Oktober mendatang, dimana vonis akan dijatuhkan kepada dirinya terkait tiga kasus, yaitu penyalahgunaan dana negara, penyalahgunaan kekuasaan, dan tindak korupsi.
Sementara Benny Gantz, berupaya sungguh-sungguh mengakhiri posisi Netanyahu. Jika terpilih, Gantz akan merubah arah ideologi bangsa ke tengah kiri (yang tadinya kanan radikal) yang mana bisa menciptakan terjadinya perdamaian serta stabilitas di Israel dan Timur Tengah.
Survei menunjukkan, hasil pemilu kali ini tidak akan jauh beda dengan hasil pemilu April lalu. Likud dan Biru Putih meraih 35 kursi, kubu tengah kiri 55 kursi, kubu agama dan kanan radikal 65 kursi.
Dunia, khususnya negara-negara OKI nampaknya cemas kalau Netanyahu terpilih lagi. Dunia internasional mengecam keras pernyataan Netanyahu dalam kampanye, bahwa dirinya akan mencaplok bagian penting Tepi Barat, yaitu Lembah Jordan, kalau dia terpilih lagi.
Inti dari kecaman, khususnya dari negara-negara Arab adalah aneksasi di Israel akan sangat membahayakan proses perdamaian di Timur Tengah.
Palestina dan Yordania, menilai tindakan yang akan dilakukan Netanyahu itu sebagai "menghancurkan" dan "membunuh".
Suriah menilai hal itu sebagai ekspasionis, pelanggaran mencolok perjanjian internasional.
Sekutu Suriah, Rusia, menilainya "ekskalasi tajam".
Turki menyebut sebagai tindakan "rasis". Turki bersumpah akan nembela saudara-saudaranya di Palestina.
Arab Saudi menghimbau digelarnya sidang OKI, yang terdiri dari 57 negara, termasuk Indonesia.
Uni Eropa, akan mengganggu proses perdamaian. PBB menyebutkan, rencana Netanyahu tidak akan mempunyai dampak kepada hukum internasional.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, kalau dunia internasional, khususnya negara-negara Arab, mengharapkan Netanyahu tidak terpilih lagi. Tapi, kalau pun bukan Netanyahu, proses perdamaian di Timur Tengah, antara Israel dan Palestina sulit dan bahkan tidak bisa terwujud abadi.
Mengaca, kepada sejarahnya, Israel dan Palestina sudah sering kontrak berdamai, tapi kerusuhan lagi-lagi terjadi. Semenjak jaman dahulu kala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H