Bangsa Israel pada Selasa (17/9/2019) menggelar pemungutan suara untuk memutuskan apakah Benjamin Netanyahu akan memperpanjang masa jabatannya sebagai Perdana Menteri Israel. Kendati banyak tudingan korupsi yang diarahkan kepada "Bibi", panggilan akrab Netanyahu, akan tetapi Netanyahu merupakan Perdana Menteri terlama di negara tersebut.
Sebanyak 6,4 juta warga menggunakan hak pilihnya dalam pemilu putaran kedua ini. Apakah mereka masih menginginkan Bibi atau penggantinya.
Seperti pemilu di negeri kita, maka beberapa saat setelah usai pencoblosan, diadakan hitung cepat (quick count). Hasil resmi baru diumumkan pada Rabu (18/9/2019).
Dalam pemilu kali ini, Bibi bersaing dengan delapan calon lainnya. Survei teranyar yang dirilis Jum'at (13/9/2019) saingan terdekat Bibi adalah mantan panglima militer negeri tersebut, Benny Gantz, dari koalisi Biru Putih.
Netanyahu memutuskan untuk menggelar pemilu kali ini, sesudah pada pemilu lima bulan lalu (April 2019) yang dimenangkan partainya, Likud, dianggap gagal membentuk pemerintahan.
Netanyahu juga ingin menghindari Presiden Rauven Rivlin mengangkat orang lain untuk membentuk pemerintahan di DPR.
Kegagalan Netanyahu membentuk pemerintahan April lalu disinyalir sebagai kekalahan terbesar di sepanjang kariernya.
Benjamin Netanyahu merupakan Perdana Menteri Israel terlama yang memegang jabatannya, yaitu empat periode, dari 1996-1999 dan 2009-2019.
Gruny Tzivin, seorang guru berumur 37 tahun mengatakan kepada AFP, "Netanyahu harus pergi, ini saatnya perubahan, setelah bertahun lamanya," ujar Gruny yang menginginkan angin perubahan.
Dalam ucapannya sebelum hari pencoblosan, Benjamin Netanyahu melontarkan janji kontroversial. Apabila dia terpilih lagi, dia akan mencaplok Lembah Jordan di area Tepi Barat.
"Saya terima mandat dari Anda warga Israel, saya berniat membentuk pemerintahan berikutnya di Lembah Jordan dan Laut Mati. Ada satu area dimana kita dapat mendirikan kedaulatan Israel segera sesudah pemilu," ujar Netanyahu.
Untuk itu, setelah pemilu, dirinya akan berkoordinasi dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Pemukiman Israel terletak di daerah yang disebut dengan Area C Tepi Barat, mencakup 60 persen area Tepi Barat, termasuk di dalamnya sebagian besar Lembah Jordan.
Sepertiga area Tepi Barat merupakan Lembah Jordan. Israel memandang area strategis tersebut sebagai wilayah yang tak akan pernah mereka tinggalkan.
Akan tetapi, rencana Netanyahu tersebut mendapat kecaman dari Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud. Kecaman niat Netanyahu mencaplok Lembah Jordan tersebut dikemukakan Raja Salman saat mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.
"Raja mengecam tegas niat Netanyahu yang akan mencaplok area di Tepi Barat," tulis Saudi Press, kantor berita resmi seperti dilansir AFP.
Raja Salman mengatakan keputusan Netanyahu akan menghancurkan asa yang tersisa untuk menyudahi konflik antara Israel dan Palestina, dengan kata lain, sangat berbahaya bagi rakyat Palestina. Serta pelanggaran mencolok kepada hukum internasional dan PBB.
Selain dari Raja Salman, kecaman juga datang dari negara-negara Arab lainnya, Uni Eropa, PBB, dan Palestina.
Untuk itu, Raja Salman menghimbau agar OKI (Organisasi Kerjasama Islam) yang beranggotakan 57 negara segera menggelar pertemuan darurat tingkat Menteri Luar Negeri untuk membahas niatan berbahaya tersebut.
"Arab Saudi dengan tegas mengutuk janji Netanyahu yang akan mencaplok tanah yang diduduki sejak 1967, jika dia terpilih lagi," demikian Arab News, yang melansir pernyataan resmi Kerajaan.
Sidang Luar Biasa tingkat Menteri Luar Negeri atas usulan Raja Salman tersebut akhirnya digelar satu hari pada Minggu (15/9/2019).Â
Indonesia sebagai negara anggota OKI mengeluarkan kutukannya atas upaya aneksasi oleh Israel atas wilayah Tepi Barat.
"Indonesia memandang janji kampanye Netanyahu untuk mencaplok area Palestina merupakan pelanggaran kepada resolusi PBB dan hukum internasional". Hal tersebut disampaikan Dirjen Kerja Sama Multilateral, Kemenlu, Febrian A. Ruddyard, Senin (16/9/2019), dalam keterangan tertulis.
"Resolusi PBB menyatakan perubahan garis batas tahun 1967 tidak diakui DK PBB," kata Febrian.
Indonesia juga mengimbau OKI menyerukan dunia untuk memberikan dukungan kepada Palestina dan tidak mengakui pendudukan Israel, karena soal kemanusiaan dan hukum.
Dibangunnya pemukiman di wilayah Palestina merupakan pelanggaran terhadap hak asasi bangsa Palestina dan akan menghambat proses negosiasi.
Sidang Luar Biasa Tingkat Menteri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tersebut digelar dua hari menjelang hari pencoblosan pemilu Israel.
Para pengamat politik bahkan menganalisa, bahwa Benyamin Netanyahu akan terpilih lagi menjadi Perdana Menteri dalam pemilu kali ini dengan mengalahkan delapan pesaing lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H