Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

5 Menteri Bertemu Bahas Hidup Mati BPJS Kesehatan

3 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 13 Agustus 2019   20:03 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengatasi defisit, iuran JKN-KIS bakal dinaikkan (moneysmart.id)

Anggota DPR RI Nova Riyanti Yusuf mengatakan penyakit katastropik merupakan penyumbang terbesar defisit BPJS Kesehatan. Seperti diketahui, hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan akan mengalami rekor sampai Rp 28 triliun.

Untuk mengatasi itu, Nova angkat bicara mengenai ide untuk mengatasi masalah pembiayaan katastropik itu. Wanita yang akrab disapa Noriyu itu mengatakan BPJS harus memiliki skema tersendiri khusus untuk katastropik itu.

Noriyu menyarankan agar mengambil 5-10 persen dari iuran yang dibayarkan peserta JKN-KIS dan jumlah itu dimasukkan ke dalam skema. "Skema saja biar clear untuk katastropik," katanya, Rabu (31/7/2019) saat mengikuti Diskusi Publik L2PK di Cikini, Jakarta Pusat.

Korea Selatan pun tidak berbeda dengan Indonesia, bahwa penyakit katastropik itu sangat menelan biaya yang besar di JKN nya. Noriyu mengatakan skema yang disebutkannya sudah diterapkan di negeri ginseng tersebut.

Katastropik adalah penyakit yang untuk menyembuhkannya diperlukan keahlian khusus dengan menggunakan alat-alat kesehatan yang canggih, serta membutuhkan perawatan dalam jangka panjang, bahkan seumur hidup. Penyakit itu antara lain stroke, thalasemia, leukemia, kanker, penyakit jantung, gagal ginjal, dan cirrhosis hepatitis.

Sementara itu, masih di sela-sela Diskusi Publik L2PK, Noriyu mengatakan pandangannya di bidang masalah kesehatan, Indonesia membutuhkan ide-ide yang segar serta sesuai dengan visi dan misi Presiden terpilih Jokowi.

Untuk itulah, Noriyu menyarankan Jokowi memilih Menteri Kesehatan yang cocok. Jokowi harus memilih sendiri Menkes yang sesuai misi dan visi ke depannya.

Noriyu menilai, Menteri Kesehatan yang sekarang, yaitu Nina F Moeloek sudah banyak berkontribusi terhadap masalah kesehatan. Akan tetapi, menurutnya, untuk lima tahun ke depan dibutuhkan sosok Menteri Kesehatan yang juga peduli dengan masalah mental.

"Kesehatan mental dibutuhkan, karena visi Jokowi ada di manajemen talenta, 2045 generasi emas, dan SDM berkualitas. Selain kesehatan mental, juga pola asuh, dan vocational," ujar wanita yang juga berprofesi sebagai psikiater itu.

Saat ini ramai dibicarakan, perihal upaya pemerintah (Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri) untuk mengatasi defisit tersebut, salah satunya adalah dengan menaikkan iuran JKN-KIS. 

Seperti biasa, suatu kebijakan baru apa pun selalu menimbulkan pro dan kontra. Bagi mereka yang merasa tertolong dengan BPJS, kenaikan bagi mereka tidak bermasalah, karena mereka menyadari. Namun bagi yang kontra, kenaikan cukup memberatkan ekonomi mereka.

Sempat saya baca, seorang ibu yang berusia 72 tahun bernama Nella, mengatakan ia sih tidak keberatan dengan kenaikan itu, asal kenaikannya jangan tinggi-tinggi. Ia dan suaminya sudah mendaftar BPJS sejak tahun 2016, dan sampai sekarang sudah menjalani operasi beberapa kali dengan gratis. "Saya merasa tertolong, kenaikan tak masalah, karena nanti berpulang kepada kita sendiri yang merasakan manfaatnya," kata Nella di RSUD Pasar Minggu sembari menunggu suaminya yang sedang menjalani rawat inap.

Sementara yang kontra, seorang pria berusia 48 tahun (lupa namanya), ia mengatakan sama sekali tidak setuju dengan kenaikan iuran. Sebagai seorang pedagang kecil, selama ini ia harus membayar iuran untuk seluruh anggota keluarganya.

Beberapa pihak berpendapat kenaikan iuran JKN-KIS tidak dapat memecahkan masalah secara total, paling-paling cuma hanya bisa mengurangi peliknya masalah itu. 

Ya, upaya pemerintah untuk menyehatkan kehidupan bangsa sekalian tidak memberatkan keuangannya merupakan masalah sulit. Salah satu masalah yang tentunya harus dicarikan jalan keluarnya.

Lima menteri bertemu bahas BPJS

Sementara itu, Jum'at (2/8/2019) lima Menteri terkait berkumpul mengadakan pertemuan untuk membahas masalah BPJS.

Rapat itu berlangsung sejak pukul 13.00 dan berakhir sekitar pukul 15.00 WIB bertempat di Restoran Plataran, Menteng, Jakarta Pusat.

Kelima menteri yang hadir itu adalah Menteri Koordinator PMK Puan Maharani, Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Kesehatan Nina F Moeloek, Menteri Sosial Agus Gumiwang, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Saat ditanyakan wartawan, iuran bakal naik? Kelima menteri itu bungkam. Mensos Agus hanya menjawab, "nanti saja,". Sedangkan Menkeu Sri dan Menkes Nina bahkan tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan, dan ketika coba didekati, mereka buru-buru masuk ke mobil masing-masing. Menko PMK Puan cuma menjawab singkat, "nanti saja, dijelaskan,".

Hanya Menteri PPN/Bappenas Bambang yang memberikan jawaban yang cukup memuaskan. "Tidak membahas kenaikan iuran, rapat hanya membahas soal penanganan peserta yang menunggak pembayaran," jawab Bambang.

Dan ketika ditanya apakah pemerintah bakal tetap membantu keuangan BPJS Kesehatan, Bambang mengatakan bahwa pemerintah sedang fokus dulu membenahi sistem kepesertaan.

"Pokoknya kita fokus ke sistem dulu," ujar Bambang.

Ditanya angin burung tentang bakal dinaikkan iuran, Bambang memungkas, "tidak, tidak ada (kenaikan)".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun