Sementara itu, menanggapi pernyataan KPK di atas, Direktur Pusako Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai KPU dan Bawaslu tidak kompak dalam urusan pelarangan mantan terpidana korupsi ikut dalam Pilkada.
"Penyelenggara pemilu tidak kompak melakukan pelarangan. KPU mau, Bawaslu tidak mau, penyelenggara tidak serius melindungi masyarakat dari orang-orang mantan koruptor yang menjadi calon Kepda," kata Feri, Sabtu (28/7/2019) di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakpus.
Kendati dalam UU Pemilu tidak ada larangan bagi mantan koruptor ikut pemilihan, tapi KPU tetap mengatur mantan pelaku kejahatan seksual anak, bandar narkoba, dan mantan koruptor tidak dicalonkan sebagai caleg.
Bawaslu memang sempat berkeliling memberi wejangan meminta parpol-parpol peserta pemilu agar tidak mencalonkan mantan napi ikut menjadi caleg, akan tetapi sejumlah mantan koruptor tetap diloloskan Bawaslu.
Sementara KPU sendiri, mengatakan akan menggodok aturan mantan koruptor dilarang maju di Pilkada. "Apa yang kita terapkan di pemilu kemarin, tentu harus dilanjutkan di Pilkada," kata komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Senin (29/7/2019).
"Sehingga masyarakat tidak bertanya-tanya, mengapa aturan di pemilu ditetapkan, sedangkan di Pilkada tidak?" tambah Pramono. Tapi, menurutnya, akan didiskusikan dulu di internal KPU detil-detilnya.
Yup, kasus Bupati Kudus M Tamzil harus dijadikan pelajaran untuk parpol-parpol agar tidak mencalonkan kader yang pernah menikmati ruangan bui karena kasus korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H