Sistem ganjil-genap pada lalulintas di Jakarta dimaksudkan, pengendara mobil diharuskan menggunakan pelat ganjil pada tanggal ganjil yang boleh melintasi jalan-jalan di area tertentu di Jakarta. Sedangkan, sebaliknya, hanya kendaraan mobil berpelat genap yang boleh melintas pada tanggal genap di jalan-jalan area Jakarta.
Pada saat ini, penerapan sistem ganjil-genap berlaku pada pukul 06.00-10.00 dan 17.00-20.00 WIB yang melintas di Jalan Rasuna Said Kuningan, Jalan Gatot Subroto Slipi dan Sudirman-Thamrin.
Beberapa hari yang lalu sempat beredar sebuah informasi tentang adanya penerapan sistem ganjil-genap tersebut berlaku juga untuk kendaraan roda dua.Â
Namun Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya membantah beredarnya informasi itu.
"Itu hoaks, sudah dikomunikasikan dengan dishub, itu hoaks," kata Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Made Agus, Jum'at (12/7/2019).
Made menjelaskan, informasi itu mencantumkan tahun 2018, lantas disebarkan masif baru-baru ini. Jadi seperti terlihat berlaku untuk sekarang.
Sementara itu, pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan DKI Jakarta sampai saat ini belum mempunyai alternatif lain untuk mengurangi kemacetan, kecuali kembali ke sistem yang menerapkan ganjil-genap pada perhelatan Asian Games 2018 lalu. Pada saat itu, sistem ganjil-genap diterapkan pada pukul 06.00-21.00 WIB.Â
Oleh karena semenjak muncul peraturan Gubernur beberapa bulan lalu, sistem ganjil-genap yang berlaku mengalami perubahan dalam soal waktunya. Peraturan itu menerapkan sistem sistem ganjil-genap pada pukul 06.00-10.00 WIB dan pukul 17.00-20.00 WIB.Â
Lantas BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) melihat hasil evaluasi pelaksanaan peraturan itu, hasilnya Jakarta menjadi lebih macet sebesar 17 persen.
Oleh karena itu, BPTJ melalui kepalanya mengajukan usulan kepada Gubernur DKI Anies Baswedan untuk mengembalikan sistem ganjil-genap Asian Games 2018 diterapkan lagi sekarang ini.
Surat usulan itu ditandatangani oleh Bambang Prihartono. "Telah mengalami penurunan 17 persen dari 36,99 km menjadi 30,85 km/jam..." Demikian sebagian isi surat itu.
Yayat Supriatna mengatakan publik tidak bisa menunggu LRT tuntas dibangun untuk mengurangi kemacetan. Yayat menyatakan kita belum punya solusi untuk mengatasi masalah kemacetan, kecuali dengan rekayasa lalulintas.
"Perpanjangan waktu ke seperti Asian Games dulu merupakan bagian dari skenario saat ketidakpastian tuntasnya pembangunan proyek-proyek besar seperti MRT," ujar Yayat.
Kendati sudah ada MRT, perpanjangan waktu ganjil-genap di sepanjang koridor MRT akan menjadi lebih hebat mengurangi.
Jika usulan penerapan kembali sistem ganjil-genap seperti Asian Games diterima, Pemprov DKI juga sudah memikirkan alternatif untuk pengendara yang terdampak. Solusi yang direncanakan itu adalah dengan memperbanyak armada bus Transjakarta pada jalan yang diberlakukan sistem ganjil-genap.
Yayat juga sudah mengantisipasi akan timbulnya orang-orang yang tidak suka dengan kebijakan seperti Asian Games. Orang-orang itu kata Yayat adalah mereka yang terpengaruh ekonominya karena kebijakan. Mengenai hal ini Yayat mengusulkan Pemprov DKI melakukan kerjasama dengan operator ojek online atau taksi.
Pada saat penerapan itu, para pemilik mobil bisa menyimpan saja mobilnya di rumah, lalu menggunakan fasilitas taksi online. "Pemilik mobil harus minta taksi online memberikan diskon gede-gedean saat mengantarkan mereka di saat ganjil-genap. Pemilik mobil dapat membuat semacam booking, atau janji diberikan diskon oleh taksi online," ujar Yayat memberikan solusi.
Yayat juga menerawang lebih jauh. Warga akan beralih menggunakan transportasi umum. Hal itu disebabkan, di saat jumlah kendaraan di Jakarta bertambah, tapi jalannya tetap saja, tidak bertambah.
Usulan BPTJ untuk menerapkan kembali seperti sistem Asian Games mendapat tanggapan dari Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono. "Kalau itu sudah diteliti mengurangi kemacetan, kita sih oke saja. Yang punya kebijakan di sana (Pemprov DKI)," kata Argo, Kamis (11/7).
Patut diketahui, Pemprov DKI sebenarnya sudah berprestasi mengurangi kemacetan. Berdasarkan hasil survei TomTom Traffic Index, kota Jakarta berhasil menurunkan peringkat kota termacet sedunia menjadi peringkat ketujuh pada 2018. Hal ini berarti memperbaiki kemacetan, yang pada tahun sebelumnya berada di peringkat keempat. Patut dicatat, dari negara-negara lain, Jakarta lah yang mengalami penurunan yang terbesar.
TomTom Traffic Index memperoleh data-data tersebut dari GPS. Adapun kota juara paling macet di dunia saat ini dipegang oleh Mumbai, di India.
Apakah Anda setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H