Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibarat Bayi yang Baru Lahir, Kita Fitri Lagi

5 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 5 Juni 2019   07:51 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu mendengar kata Idul Fitri, langsung pikiran kita terlintas pada hari kemenangan. Memakai baju baru, mobil baru, sepatu baru, barang-barang baru, hingga kemacetan lalulintas diakibatkan karena mudik, atau pulang kampung.

Dea Ananda cilik melantunkan lagu "Baju Baru"

Baju baru Alhamdulillah

Tuk dipakai di Hari Raya

Tak punya pun tak apa-apa

Masih ada baju yang lama

Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi'raj Islamic News Agency, mengulas bahwa Lebaran atau Idul Fitri kerap diidentikkan dengan segala sesuatu yang baru. Terutama baju baru, pakaian baru, juga sepatu/sandal baru. Anak-anak pun bergembira dibelikan orangtua baju dan pakaian baru dengan corak yang menarik dan warna-warni.

Itulah memang telah menjadi salah satu ciri dari suasana Idul Fitri, hari dimana kita sebagai dewasa menjadi lahir kembali, seperti seorang bayi yang baru lahir ke dunia. Suci, bersih, tiada bernoda.

Tapi keinginan berlebaran dengan segala sesuatu yang baru, serta merta tidak harus memaksakan untuk membeli pakaian baru. Yang biasanya semakin intensif, umat Muslim berkeliling dari mal ke mal, atau dari satu pasar ke pasar untuk membeli baju baru, yang memang sudah ditargetkan dari THR yang diterima.

Apalagi seminggu sebelum Hari Raya, semakin ramai mereka mengunjungi tempat-tempat penjualan baju baru untuk membeli baik bagi dirinya ataupun anak-anak dan keluarganya.

Hari Raya Idul Fitri

Bukan untuk berpesta-pesta

Yang penting maaf lahir batinnya

Makna lebih mendalam dari Idul Fitri adalah hari kemenangan, setelah umat menjalani ibadah sebulan penuh, menahan lapar dan dahaga. Sehingga tibalah ibadahnya diterima, serta dosanya diampuni.

Lalu, bagaimanakah makna Idul Fitri itu sesungguhnya?

Mudik, lalu mengunjungi orangtua, handai taulan, dan sanak keluarga. Begitu tradisi Lebaran setiap kali hadir.

Dosen Institut PTIQ Jakarta, Dr. Nur Rofiah Bil Uzm mengatakan Idul Fitri dari segi bahasa berarti tidak berpuasa lagi atau kembali berbuka.

Selama bulan Ramadan, kita digembleng secara lahir dan mentalitas. 

Lahir, kita berlatih menahan lapar, dahaga, serta hawa nafsu seksual sepanjang hari.

Mental, kita dilatih untuk menghindari segala sesuatu dari bentuk kesenangan duniawi.

"Apabila penggemblengan selama sebulan penuh ini berhasil, maka kita berhasil menjaga diri, bukan saja terhadap yang haram, tapi kepada yang halal pun kita mampu menjaga jarak," terang Nur.

Inilah mental yang sangat diperlukan untuk kita menjalani hidup sesuai dengan jati diri kita sebagai manusia. Sebagai makhluk Tuhan, kita mengabdi dan menjadi hamba hanya kepadaNya. Tidak mengabdi kepada libido, kekuasaan, atau pun harta benda.

Kita juga diberi mandat oleh Tuhan untuk mewujudkan kemaslahatan di muka bumi ini.

"Hati-hati menyamakan Idul Fitri dengan kemenangan. Sebulan kita ditempa, dan praktiknya adalah 11 bulan berikutnya. Lebaran merupakan hari pertama pertarungan sesungguhnya untuk mengendalikan hawa nafsu. Memiliki kemenangan di hari pertama, dapat melemahkan semangat," ujar Nur.

Nur mengibaratkan dengan sebuah wisuda. Setelah menempuh pendidikan yang panjang, maka pertarungan sesungguhnya adalah sesudah wisuda itu. Apakah ilmu yang didapat selama pendidikan dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat.

Nur menjawab, boleh-boleh saja di hari Lebaran kita memiliki dan memakai baju serta pakaian baru. Tapi, perlu dicatat yang lebih penting dari itu adalah kepribadian yang baru, kepribadian yang kuat, kepribadian yang tahan mental serta tidak gampang tergoda oleh berbagai macam kesenangan duniawi.

Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriyah bagi seluruh umat Muslim. Minal Aidzin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun