Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kritikan atau Nyinyir?

19 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 19 Mei 2019   06:10 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun politik. Kapankah era yang disebut tahun politik ini akan berakhir? Sesudah 22 Mei 2019, paska Oktober 2019, atau sesudah pelantikan pemerintahan baru?

Kebencian identik dengan politik, atau sebaliknya, politik yang identik dengan kebencian?

Yang nyata, tahun politik 2019 ini diisi dengan adanya kontestasi dua capres dan cawapres, dan juga para caleg yang saling memperebutkan perolehan suara sebanyak-banyaknya.

Mereka yang mendapatkan suara yang lebih banyak, itulah mereka yang menang. Sedangkan, sebaliknya, mereka yang mendapat suara yang lebih sedikit, mereka lah yang pihak kalah.

Sebenarnya, kalah dan menang adalah dua sisi kehidupan. Mereka selalu ada dalam setiap kontestasi. Bukan saja kontestasi politik. Tapi juga dalam kontestasi di bidang kehidupan lainnya. Ada kalah, ada menang.

Pihak yang kalah mestinya rela menerima kekalahannya, sementara yang menang harus bersikap bijaksana dan tidak boleh menganggap remeh apalagi melecehkan si kalah.

Apalagi sekarang ini bulan Ramadhan. Bulan seribu bulan. Bulan penuh Rahmat dan ampunan. Dimana Islam mengajarkan agar kita saling memaafkan dan mengampuni, tidak terbawa emosi yang akan merugikan pihak lain.

Pihak pembenci akan selalu mencari kelemahan apa yang ada pada orang yang dibencinya, mereka akan mencecar pihak yang dibenci, sesampai tidak dapat menahan diri.

Begitu pun dalam kontestasi politik.

Balas berbalas kecaman pun menjadi sengketa dalam berbagai perkara.

Yang teranyar, balas berbalas kecaman menghiasi media soal utang Indonesia yang kian membesar.

Statistik teranyar yang dirilis Bank Indonesia, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia hingga kuartal pertama 2019 mencapai lebih dari Rp 5.000 triliun.

Jumlah sebesar itu mengalami peningkatan per setiap bulan dan per triwulan nya. Utang itu terdiri dari utang pemerintah dan utang swasta. Dalam hal ini utang BUMN (Badan Usaha Milik Negara) termasuk ke hitungan utang swasta.

Rincian dan penyebab apa saja sehingga utang kita membengkak.

Enny Sri Hartati, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai peningkatan jumlah tersebut sudah termasuk berbahaya karena tidak diimbangi dengan produktivitas.

"Ya, jelas bahaya karena produktivitas tidak meningkat," jelas Enny.

Enny mencontoh pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5%. Kendati tumbuh, tapi dengan asumsi tanpa adanya peningkatan utang pemerintah.

"Ratu Pencetak Uang". Julukan ini lantas yang dicecar lawan politik. Salah satunya dari mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli.

Rizal Ramli melontarkan sindirannya, utang Indonesia bertambah Rp 347 triliun setahunnya. Ini berarti sehari Rp 1 triliun.

Dalam Twitternya, Ramli juga menulis dipuja-puja kreditor, memberikan bunga tertinggi di Asean. Kok prestasi tertingginya ngutang?

Cuitan yang tayang pukul 14.08 WIB itu di like sampai 3.361 dan di retweet sejumlah 2.065.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Sakti membela bahwa tingkat rasio utang masih di bawah 30% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). "Masih tergolong rendah," katanya. Sebab batas yang ditetapkan pemerintah 60% terhadap PDB.

"Masih aman," jelas pria yang akrab disapa Frans itu.

Rizal Ramli bahkan siap melakukan debat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait ULN. Ramli menunjukkan pernyataan Presiden Jokowi di acara Mata Najwa beberapa saat lalu, yang menjawab Najwa Shihab, "silakan beradu argumen dengan Menteri Keuangan," kata Presiden menanggapi pertanyaan Najwa Shihab mengenai kritikan-kritikan berasal dari masyarakat.

Nyinyir! Jawaban jubir TKN (Tim Kampanye Nasional) Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily, Sabtu (18/5/2019) menanggapi Rizal Ramli.

"Tidak aneh, karena Ramli tidak lagi duduk di pemerintahan," kata Ace.

Ace mengungkapkan, sebagai ekonom senior, mestinya Ramli tahu cara pengelolaan utang pemerintah, tidak hanya melirik jumlahnya saja. 

"Utang itu aman atau tidak dilihat rasionya kepada PDB," jelas Ace.

"Rasio utang belum mencapai 30%. Masih aman, jauh di bawah batas yang ditetapkan pemerintah dan perundangan yalah 60% dari PDB," terang Ace.

Senada dengan Frans dan Ace, Kamis (16/5/2019) di kantornya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan 29,56 masih di bawah 30. "Outstanding turun Rp 38,8 triliun ketimbang Maret tahun ini," 

Kritikan atau sindiran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun