Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kendala Menuju Masyarakat Tanpa Uang Tunai

31 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 31 Maret 2019   09:03 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Tanpa Uang Tunai, atau cashless society, suatu kondisi dimana orang-orang di dalam suatu atau antar negara melakukan transaksi perdagangan dengan tidak menggunakan uang fisik tunai. Tapi mereka melakukan pembelian dengan menggunakan kartu, kertas, atau elektronik.

Bank Indonesia menyebutkan alat pembayaran non tunai antara lain berbentuk kartu, bilyet giro, cek, dan electronic money.

Bentuk kartu tersebut bisa kartu debit, kartu kredit, maupun kartu tunai.

Dalam melaksanakan pembayaran kepada pihak lain tidak dilakukan dengan tunai fisik tetapi dilakukan dengan menggunakan ATM, internet banking, atau SMS banking.

Jadi, dalam Masyarakat Tanpa Uang Tunai, tidak ada lagi digunakan uang tunai secara fisik terkecuali digunakan untuk pembayaran transaksi-transaksi kecil, seperti membayar parkir, dsb.

Mengapa kondisi Masyarakat Tanpa Uang Tunai ini sengit diinginkan oleh berbagai kalangan maupun pemerintah? 

Hal tersebut dikarenakan, cashless society memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan penggunaan uang tunai fisik.

Keuntungan itu antara lain dari segi kepraktisan, dapat meningkatkan peredaran uang, perencanaan ekonomi dapat lebih akurat, serta dapat mengurangi biaya percetakan uang.

Jika dulu Anda mesti menbawa segepok uang tunai untuk membeli mobil misalnya, kini dengan kartu Anda lebih praktis dan tidak perlu repot-repot. Tinggal transaksi atau gesek kartu kredit atau kartu debit.

Sirkulasi peredaran uang yang cepat dalam perekonomian bisa menggairahkan pertumbuhan ekonomi.

Penggunaan non tunai juga dapat mencatat aktivitas transaksi yang Anda lakukan dan meminimalkan kejahatan kriminal.

Dengan menggunakan non tunai maka dapat dihemat biaya pencetakan uang baru yang sudah lusuh.

Belakangan kita mendengar istilah e-commerce, dan financial technology. Atau e-money. E-money atau uang elektronik memudahkan kita untuk berbelanja, membayar tagihan, dan lain-lain melalui sebuah aplikasi.

Start pada 14 Agustus 2014, pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia, meluncurkan sebuah program yang dinamakan GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai). GNNT bermaksud untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan penggunaan non tunai, yang mana pada akhirnya akan membiasakan mayarakat melakukan pembayaran dengan non tunai.

"Go Digital Vision 2020". Itulah skema Bank Indonesia untuk mencapai cashless society.

Dalam kerangka itu, pemerintah sudah mewajibkan setiap pembayaran tol di pintu tol menggunakan kartu elektronik, mulai Oktober 2017.

Pada tahun 2014 Belgia merupakan negara yang paling rajin menerapkan sistem cashless society, lalu diikuti oleh negara-negara seperti Swedia, Inggris, Perancis, dan Kanada.

Sementara di Asia, di negara tirai bambu Cina, penerapan sistem itu dapat menular lebih cepat ke dalam masyarakat. Kini, untuk membeli makanan atau minuman, membeli koran atau majalah mereka menggunakan sebuah aplikasi.

Namun di negeri Indonesia upaya "Go Digital Vision 2020" masih menghadapi berbagai kendala.

Hal tersebut disebabkan karena Indonesia masih kalah dari negara-negara seperti Singapura atau Malaysia dalam "melek teknologi".

Hal itu dikarenakan belum meratanya penyebaran internet ke tempat terpencil di tanah air dan juga karena tingkat literasi yang masih rendah.

Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2016 menyebutkan tingkat literasi masyarakat kita baru sebesar 29,66 persen dari total penduduk. Itu berarti baru 75 juta dari 240 juta orang. Masyarakat Indonesia masih lebih nyaman menggunakan uang tunai.

Survei lainnya, kendati sudah melek teknologi, tapi penggunaan e-money masih belum populer.

Kendati sekarang sudah tumbuh apa yang disebut dengan dompet elektronik, mesin EDC, tapi sebagian dari mereka belum mengerti bagaimana cara top up.

Penggunaan kartu kredit masih lebih sedikit ketimbang kartu debit atau ATM. Masyarakat juga masih belum yakin pada keamanannya dan top up saldo yang masih rumit.

Kendati demikian, kita janganlah pesimis, walau masih ketinggalan jauh dari negara-negara seperti Singapura atau Cina. 

Kita punya pekerjaan rumah untuk "Go Digital Vision 2020" dengan dukungan dari semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun