Dr. Sigit juga mensinyalir beberapa gaya hidup tidak sehat dapat berimbas negatif terhadap kesuburan pria. Misalnya? Merokok, Â yang secara signifikan dapat menurunkan jumlah sperma dan motilitas sperma. Begitu pula konsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama serta penggunaan steroid anabolik, yang juga dapat memengaruhi kesuburan pria.
"Bahkan olahraga berlebihan pun dapat menghasilkan hormon adrenalin berlebihan yang menyebabkan defisiensi testosteron yang berujung pada infertilitas," tandas Dr. Sigit.
Pilihan pekerjaan juga tidak disadari dapat menyebabkan infertilitas, ungkap Dr. Kasyunil Kamal, MS, Sp.OK, staf pengajar Program Studi Magister Kedokteran Kerja, FKUI/RSCM.
"Berbagai pajanan di tempat kerja berpotensi menyebabkan infertilitas. Namun, diagnosis kulit ditegakkan karena pemahaman yang kurang dan baru disadari berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian," jelas Dr. Kamal.
Pajanan dan efek yang mungkin ditimbulkan di lokasi pekerjaan ini di antaranya adalah paparan panas yang berpotensi menurunkan jumlah sperma, motilitas (kecepatan gerak), dan perubahan bentuk sperma.
"Radiasi di tempat kerja, seperti radiasi pengion atau radiasi yang bermuatan listrik, juga diketahui dapat menyebabkan ketiadaan sperma dalam cairan semen, atau azoospermia," Dr. Kasyunil mengingatkan.
Bahkan, radiasi non-pengion atau radiasi elektromagnetik dengan energi rendah, seperti inframerah dan gelombang mikro, dapat juga menurunkan jumlah dan motilitas sperma. Misalnya, microwave dan medan elektromagnetik.
Selain itu, paparan logam seperti Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Cadmium (CD), Boron (Bo) dan zat kimia seperti pestisida dan zat pelarut seperti karbon disulfide dan glycol dapat mengubah morfologi sperma, penurunan jumlah sperma, motilitas, dan penurunan volume semen.
Melihat ragam penyebab ini, maka pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana dokter menemukan penyebab infertilitas pada seorang pasien?
Selain pemeriksaan secara menyeluruh, ada pula tes yang lebih spesifik. Gangguan pada skrotum, misalnya, dapat dideteksi dengan USG untuk melihat kemungkinan verikokel atau masalah lainnya pada testikel.
Tes hormonal juga diperlukan melalui pemeriksaan darah. Sementara itu, masalah ejakulasi retrograde dapat didiagnosis dengan memeriksa urin pasca-ejakulasi, untuk melihat apakah mengandung sperma atau tidak.