Kategorinya sendiri bisa ringan atau berat. Pada kategori ringan, rindu rumah normal terjadi pada sebagian besar orang yang melakukan perpindahan ke tempat baru. Mereka bisa mengalami sedih, kehilangan, dan sendirian.
Sementara itu, homesick yang masuk kategori berat bisa dianggap sebagai gangguan. Bentuknya serupa dengan gejala depresi, seperti sulit makan, tidak mau berinteraksi dengan orang lain, menyendiri, dan bahkan kehilangan berat badan.
Setiap orang, menurut Anna, memiliki mekanisme berbeda terkait homesickness.
Ada yang tidak mengalami karena merasa begitu antusias dengan tempat baru, tapi ada yang langsung merasakan ketika menginjakkan kaki pertama kali di tempat baru.
Ada pula yang rasa rindu rumah yang tertunda, setelah euforia berada di tempat baru memudar. Selain itu, rasa homesick umumnya terjadi karena kala perayaan hari besar, seperti Lebaran atau Natal.
Apakah homesickness berlangsung lama, atau sebentar? Ini tergantung pada seberapa baik si perantau bisa beradaptasi dan mendapatkan teman-teman yang menyenangkan untuknya, atau menemukan tempat-tempat yang seru.
Sebaliknya, homesickness bisa terus berlanjut bila sang perantau tak kunjung mampu beradaptasi dan merasa tak ada yang ia miliki di tempat lama.
Keluarga juga mesti memberikan dukungan.
Caranya? Kendalikan diri dan jangan terlalu sering menghubungi si perantau. Ini penting agar memberi kesempatan pada siswa perantau untuk belajar strategi menyesuaikan diri dan membangun hubungan dengan teman baru, sehingga dia belajar survive di tempat baru.
Anna mengingatkan, seringnya berkomunikasi tidak akan membantu, justru keluarga harus menguatkan dan mendukung, bukan memanjakan.
"Aturlah frekuensi komunikasi menjadi tidak terlalu sering atau juga terlalu jarang, sehingga si perantau punya waktu untuk bersosialisasi dengan orang-orang di lingkungan baru, tapi juga tidak kehilangan orang-orang di tempat lama.