Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengumpulkan Batu Luar Angkasa Seharusnya Menjadi Bagian dari Pelajaran Sains di Sekolah

31 Maret 2018   09:56 Diperbarui: 31 Maret 2018   10:01 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://agingcapriciously.com
https://agingcapriciously.com
Dikenal dengan nama mikrometeorit, partikel-partikel mungil ini menghujani Bumi secara terus-menerus, tapi anehnya mereka sulit ditemukan. Beberapa dari mikrometeorit ini begitu kecil dan ringan sehingga mereka terbawa ke permukaan Bumi tanpa meleleh.

Sebenarnya, debu-debu ini tersusun atas sisa-sisa kelahiran tata surya, termasuk komet dan asteroid yang lahir dari bertahun-tahun benturan antara planet dan bebatuan besar. Beberapa mengandung butiran materi dari luar tata surya.

Selama ini, para ilmuwan biasanya menemukan mikrometeorit di Antartika, gurun-gurun terpencil, dan sejumlah lokasi lain yang jauh dari hiruk-pikuk peradaban. Pada 1950-an, para peneliti berusaha menemukan partikel ini di perkotaan, tapi akhirnya menyerah karena wilayah urban telah terkontaminasi oleh berbagai ulah manusia.

Dalam mencari mikrometeorit, para ilmuwan tersebut cenderung menyasar jejak kimia, bukan tampilan secara keseluruhan. Di sinilah Larsen melihat peluang.

Matthew J. Genge, rekan peneliti Larsen sekaligus associate professor ilmu bumi dan planet di Imperial College London, memanfaatkan elektron mikropob di Natural History Museum Inggris untuk menentukan kandungan kimia dalam batu-batu temuan Larsen dan mengukuhkan sumbernya.

Genge mengatakan bahwa secara keseluruhan, butir-butir debu yang berhasil menerobos atmosfer dan mendarat di permukaan Bumi ternyata berjumlah lebih dari 4.000 ton per tahun, atau lebih dari 10 ton per hari.

Donald E. Brownlee, astronom di University of Washington, menjuluki Larsen sebagai ilmuwan amatir sejati yang membantu perburuan global terhadap butir-butir alam semesta.

"Bayangkan seluruh permukaan mobil Anda tertutup debu kosmik," kata Brownlee. "Kita menghirup debu-debu ini sehari-hari, meski mereka tampaknya sangat sulit ditemukan."

Larsen memulai Project Stardust saat masih menjadi musisi jazz di Norwegia. Seperti dikisahkan oleh Larsen, ketika masih kecil, ia adalah kolektor batu yang antusias, tetapi ia juga sangat berbakat sebagai musisi. Ia kemudian memilih untuk menyingkirkan ambisi ilmiahnya.

Pada 2009, di sebuah rumah di pedesaan luar Oslo, ia sedang membersihkan meja di depan rumah ketika sebuah butiran berpendar menangkap perhatiannya.

Larsen menyentuh butiran itu. Bentuknya bersudut, seperti logam, tapi sangat kecil. Rasanya seperti memegang sebuah titik kecil. Larsen yang penasaran menduga bahwa itu adalah "pengunjung" dari luar angkasa, dan ia mulai mencari lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun