"Sangat berat pak, karena ini menyangkut keselamatan manusia, paru-paru dunia, dan pohon!"
"Maksudmu apa, Nduk?"
"Mas Toto ikut berinvestasi dalam rencana pembabatan hutan tropis demi mendapatkan uang yang cukup besar, pak," tegasku.
Bapak tak berkata-kata lagi, malah kembali asyik merawat pohon-pohonnya. Ia pasti terkejut mendengar perkataanku tentang mas Toto dan orang-orangnya yang ingin membakar hutan tropis secara paksa, demi segera menanam sawit berhektar-hektar luasnya!
Sebuah tindakan perusakan pohon yang sangat bapak benci, selain tindakan perceraian.
Sebulan kemudian, aku dan bapak menyaksikan berita di televisi tentang asap yang banyak mencemari udara hingga membuat jalanan gelap.
Lalu lintas terhenti karena jalanan tak bisa dilalui akibat gelap terkena asap. Belum lagi berita banyaknya warga yang sesak napas dan asma akibat udara yang tercemar polusi asap hasil pembakaran lahan besar-besaran hingga ke hutan tropis, yang sesungguhnya sangat dilarang pemerintah.
Tampak banyak warga yang harus memakai masker di jalanan. Ditambah lagi, warga mulai mengalami kesulitan air tawar, karena hutan adalah sumber air tawar bagi masyarakat.
"Benar-benar keterlaluan!" keluh bapak sambil mengipas-ngipas tubuhnya, akibat suhu udara yang kian panas.
Kini keteduhan, ketenangan, dan keademan kota tempat aku dilahirkan sudah tidak lagi berfungsi sebagai paru-paru bagi warga setempat. Bahkan... mungkin juga dunia.