Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Pahami Pendidikan Karakter, agar Ia Bukan Sekadar Jargon

1 Februari 2018   11:50 Diperbarui: 1 Februari 2018   12:51 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Orangtua mendapat porsi besar karena anak berkembang sebagaimana perlakuan dan pembiasaan orangtua terhadap dirinya," tegas Diah.

"Anak belajar lebih banyak dari melihat dan meniru apa yang ditampilkan orangtua, yang menjadi role model dalam penanaman nilai-nilai karakter pada anak," Diah mengingatkan.

Menurutnya, orangtua mungkin sudah menanamkan pendidikan karakter dalam pola asuh, hanya saja mungkin berbeda pada tahap pelaksanaannya. Ada orangtua yang sangat menekankan pada pembentukan karakter, sehingga memberikan contoh yang baik pada anak dan berkomitmen dalam melaksanakannya.

Sebaliknya, ada orangtua yang tidak begitu peduli pada pembentukan karakter anak, sehingga pola asuhnya lebih memanjakan dan menuruti keinginan anak, tanpa mengajari pendidikan karakter.

Esti mengungkap pendapat serupa. Orangtua, menurutnya, berfungsi sebagai pembentuk fondasi bagi pembentukan dua aspek utama pendidikan karakter, yaitu menghargai dan tanggungjawab, mengingat orangtua adalah lingkungan terdekat anak 

"Ketika orangtua mulai mengajarkan anaknya berperilaku, pastinya orangtua juga menurunkan nilai-nilai luhur. Misalnya, orangtua meminta anak untuk berkata jujur pada apa yang telah diperbuatnya," tandasnya.

Bagaimana dengan sekolah?

Menurut Esti, sekolah menjadi tempat individu belajar bagaimana cara menghargai orang, menghargai kerja keras, sambil bertanggungjawab pada apa yang dilakukannya. Sekolah menjadi tempat anak berproses dalam memasukkan aspek respect  dan responsibilty.

"Di sekolah, kurikulum dirancang dengan memasukkan kedua aspek ini dalam proses pembelajaran," saran Esti. "Guru bertindak sebagai role model  bagi anak didik. Situasi kelas juga dirancang dengan menggunakan kedua aspek tersebut sebagai panduan dalam bertingkah laku."

"Pada dasarnya, ketika kita mengajarkan nilai-nilai luhur dari suatu perilaku, itu adalah pendidikan karakter. Pada disiplin juga ada nilai luhur, seperti taat pada aturan, kerja keras, demikian juga kejujuran dan sopan santun," imbuhnya.

Itu pula yang diharapkan sebagai output  dari pendidikan karakter: munculnya perilaku dan sifat yang mencerminkan keluhuran individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun