"Namun, keluarga pasien kerap merasa bahwa meninggal di rumah sakit lebih bermartabat daripada di rumah. Padahal, bagi pasien sendiri mungkin sangat menyiksa karena ia meninggal di lingkungan yang tidak nyaman," paparnya lagi.
Sejatinya, perawatan paliatif hadir agar di masa-masa akhir hidupnya, sang pasien diberikan yang terbaik, untuk kemudian disadari bahwa kematian tidak bisa dielakkan dan tidak perlu ditakuti. Karena itu, pasien paliatif justru harus disiapkan untuk menghadapi kematian dengan baik.
Mungkin, dia masih memikirkan dirinya pernah menyakiti atau disakiti orang, tapi belum dimaafkan atau memaafkan. Atau, dia mencemaskan pembagian harta warisan untuk anak-anak. Jika masalah duniawi seperti ini belum selesai, maka tentu akan menjadi ganjalan saat ia bertemu Tuhan-nya.
Dalam tahap paliatif, pasien diberi kesempatan untuk mengikhlaskan tubuh yang kondisinya terus menurun, tetapi jiwanya harus tetap sehat. Karena obat sudah tidak mempan, maka untuk kondisi fisiknya, sudah tidak bisa dilakukan apa-apa.
Dr. Maria bercerita, ada cara khusus agar pasien tahu bahwa hidupnya tak lama lagi. "Biasanya tunggu pasien bicara sendiri. Misalnya, 'Dok, sepertinya waktuku sudah tidak lama lagi' atau 'Dok, sepertinya sudah dekat mau pergi,'" tuturnya.
Jika pasien belum mengutarakan ini, maka dokter yang akan memancing dengan menanyakan kondisi pasien, apakah semakin baik atau semakin buruk. Lalu, dokter bertanya lebih lanjut tentang apa harapan pasien.
"Jika pasien mengatakan, 'Aku ingin sembuh", maka saya berkata, 'Saya juga mau ibu sembuh, tapi sembuh itu apa, sih?' Kadang, pasien mengatakan 'sembuh' bukan dalam makna harafiah, tapi misalnya ingin melihat anaknya menikah dua bulan lagi. Nah, agenda ini yang harus dicapai, supaya pasien merasa hidupnya betul-betul berarti," papar Dr. Maria.
Apa yang dibutuhkan tenaga medis yang menjalankan perawatan paliatif?
Selain kompetensi dan skill, dibutuhkan 3H: head, hand, dan heart. Ingat, tujuan dari sebuah perawatan paliatif adalah hidup dengan berkualitas, kalau harus pergi meninggalnya dengan bermartabat, dengan nyaman dan dengan damai.
Dr. Maria sendiri berharap agar perawatan paliatif di Indonesia dapat segera di-cover
Yang tak kalah penting, masyarakat perlu memahami bahwa pasien keganasan stadium lanjut sesungguhnya membutuhkan perawatan paliatif di rumah. Manfaatnya bukan hanya untuk pasien, melainkan juga untuk keluarganya.