"Jangankan masyarakat, dokter saja belum banyak yang menyadari bahwa RLS adalah suatu penyakit dan bisa diatasi dengan obat tertentu. Namun, selama tidak menggangu tidur, maka tidak perlu diobati," tandas Dr. Rima.
"Sebaiknya, jika RLS sampai mengganggu tidur atau pasien menjadi tidak bisa tidur, maka ia harus diobati karena sudah masuk dalam area gangguan, bukan lagi kebiasaan semata," tegasnya.
Pada intinya, karena RLS memengaruhi tidur, ia berisiko menurunkan kualitas hidup, serta mengganggu keselamatan dan kesehatan.
Gangguan kualitas tidur, seperti diperingatkan Dr. Andreas, bisa merusak banyak hal, dari kemampuan otak, konsentrasi, performa, daya ingat, emosi, sampai kreativitas. Stres oksidatif juga mengakibatkan sel-sel inflamasi naik, kulit menjadi kusam, gula darah naik, tekanan darah naik, dan banyak lagi.
Begitu juga keselamatan saat mengemudikan kendaraan dalam kondisi mengantuk, yang berbahaya dari mabuk. Akan sangat berbahaya pula bila individu dengan gangguan kualitas tidur tersebut bekerja mengoperasikan alat berat atau mengatur lalu lintas udara.
"Gangguan-gangguan tidur ini belum banyak diperhatikan, padahal kita bisa mencegah berbagai penyakit dan meningkatkan produktivitas. Dengan memperhatikan kesehatan tidur, pada saat yang sama kita justru meningkatkan produktivitas dan performa," tandas Dr. Andreas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H