Di saat kemajuan teknologi semakin membawa kemudahan bagi kita, namun ada suatu saat yang namanya kemajuan jaman efek sampingnya.
Kok bisa?
Mampukah Anda sebutkan satu di antaranya kemajuan teknologi yang memberikan efek samping yang merugikan?
Di saat peneliti menemukan telepon nirkabel yang dapat dibawa kemana-mana, pada mulanya handphone itu hanya untuk sekedar panggilan suara atau pesan singkat (SMS) saja.
Perkembangannya, handphone bisa juga berfungsi sebagai MP3 untuk mendengarkan lagu, memutar video, mendownload gambar, dan sebagainya.
Bahkan handphone juga bisa untuk internetan.
Dengan apa yang kita kenal sekarang ini dengan smartphone atau gadget yang sudah tidak asing lagi bisa juga membaca artikel-artikel atau berita-berita terkini layaknya koran.
Lebih canggih lagi, tentunya ada perkembangan selanjutnya daripada gadget tersebut.
Lantas terdengar muncul masalah dari kecanduan dari gadget.
Anak-anak terutama seperti tersihir dengan game atau interaksi di media sosial, begitu pun dengan milenial bahkan orang di atasnya.
Saking asyiknya bergaul dengan si cerdas handphone, si anak jadi acuh saja kepada lingkungan nyata di sekitarnya.
Mereka tersihir untuk main game atau interaksi dengan rekan-rekannya di media sosial.
Sepertinya candu ini identik dengan racun.
Mereka keracunan pada handphone teknologi modern itu.
Hasil keracunan tersebut kemudian memunculkan istilah baru yang dikenal sebagai phubbing behavior.
IFL Science, Minggu (5/3/2023), melaporkan hasil studi yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Curtin University di Australia dan Universitas Extremadura di Spanyol.
Mereka merangkum 85 studi yang dilakukan antara tahun 2012 hingga 2020.
Ada 5 faktor yang mempengaruhi phubbing behavior tersebut.
Itu adalah teknologi, psikologis, sosial, komunikasi, dan budaya.
Sementara itu, Â Jesper Aagaard dari Universitas Aarhus, Denmark, pada tahun 2019 memaparkan hasil penelitian yang melibatkan 26 pelajar berusia 15-21 tahun di perguruan tinggi di Denmark terkait phubbing behavior tersebut.
Ketika seseorang terpaku kepada gadgetnya mereka acuh saja kepada lingkungan nyata di sekitarnya, dan itu sangat menjengkelkan teman-temannya di dunia nyata.
"Mereka seperti orang yang tidak mau bergaul dengan saya. Sangat menjengkelkan," kata seorang siswa ketika diwawancarai.
Hasil studi mendapatkan phubbing behavior itu disebabkan karena si pelaku kesepian atau merasa bosan dengan tidak mempunyai kegiatan apa-apa sehingga mereka mengalihkannya ke gadget.
Karena asyik, lama-lama mereka menjadi kecanduan.
Penyebab lainnya yang ditemukan adalah karena FOMO (Fear Of Missing Out).
FOMO ini adalah perasaan gelisah karena ada sesuatu yang hilang jika tidak mengikuti perkembangan atau unggahan yang di-posting rekan-rekan mereka di media sosial.
Apa yang diunggah oleh rekan-rekan mereka di media sosial?
Orang yang phubbing behavior itu juga khawatir dicap tidak toleran oleh teman-temannya di media sosial jika tidak menanggapi.
Phubbing behavior itu dapat berakibat buruk, mereka bisa "lupa makan lupa minum".
Mudah tersinggung, kecemasan, dan sebagainya.
Gadget selalu tak lepas dari genggaman kemanapun dia pergi.
Ke kamar mandi, di tempat tidur, ke kantor sembari bekerja, di mall, di tempat wisata, dan sebagainya.
Saking kecanduan, dan FOMO.
Setidaknya hasil studi tersebut menyimpulkan jika kondisi phubbing behavior itu sudah diterima masyarakat.
Barangkali kini sudah terlambat untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Namun setidaknya perubahan bisa dimulai dari diri kita sendiri untuk tidak terus-menerus terpaku di layar gadget ketika ada orang di sekitarnya di dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H