Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

5 Tradisi Ramadhan yang Menarik di Jawa Barat: Menguak Keunikan Budaya dan Kebaikan Sosial

2 Maret 2023   10:06 Diperbarui: 23 Maret 2023   10:49 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Munggahan menyambut tibanya Ramadhan di Jawa Barat (osc.medcom.id)

Kata "tradisi" bisa dimaknai sebagai ritual atau kebiasaan yang dilakukan oleh suatu suku atau orang yang dilakukan berulang-ulang kali, dalam setiap periode tertentu.

Misalnya setahun sekali.

Marhaban ya Ramadhan, bulan yang dinanti-nantikan umat Islam akan segera tiba.

Bulan penuh Rahmat dan Ampunan. Mendekatkan diri kepada Illahi.

Umat Islam melakukan kewajibannya menjalankan ibadah puasa yang merupakan rukun Islam yang keempat dari 5 rukun.

Tradisi untuk menyambut tibanya bulan suci bukan hanya di Jawa Barat, namun juga di seluruh Indonesia. Bahkan di seluruh dunia khususnya di negara-negara yang mayoritasnya berpenduduk Muslim.

Hal tersebut lantaran teringat saya menjelang puasa ini pada tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan itu semasa kecil di Jawa Barat.

Yang saya ingat secara langsung di "lapangan" sering mendengar dan melihat mereka melakukan apa yang disebut dengan Nyekar dan Munggahan.

"Mau nyekar" kerap terdengar percakapan itu.

Nyekar disini adalah mengunjungi makam keluarga yang sudah meninggal.

Untuk memohon restu sekalian berdoa kepada leluhur bahwa esok mereka akan mulai menjalankan ibadah puasa satu bulan lamanya.

Jelas, kembang yang digunakan dalam nyekar itu juga menjadi tradisi bukan saja di daerah Sunda. Tapi juga di seluruh pelosok Nusantara.

Seperti halnya nyekar yang dilaksanakan satu atau dua hari sebelum 1 Ramadhan. 

Munggahan pun sama. Satu atau dua hari sebelum 1 puasa, mereka berkumpul makan-makan.

Hitung-hitung hari ini adalah makan terakhir, besok sudah tidak boleh lagi.

Mereka saling bermaaf-maafan dan saling mendoakan.

Munggah dalam bahasa Sunda ini bermakna naik atau pindah ke tempat yang lebih baik. Dari hari biasa ke hari Ramadhan.

Itu yang saya ingat langsung di masa kecil.

Dari berbagai sumber ditemukan setidaknya tiga tradisi lainnya di Tanah Sunda ini untuk menyambut Ramadhan.

Di antaranya adalah:

Misalin

Papajar

Ngaliwet

Tradisi Misalin yang digelar di Situs Bojong Gede Galuh Salawe, Desa Cimaragas, Kecamatan Cimaragas ini bahkan sudah masuk oleh pemerintah pusat sebagai WBTB (Warisan Budaya Tak Benda).

Filosofi dari tradisi ini adalah mendekatkan diri kepada Illahi dengannya mereka menghilangkan segala dosa.

Setelah membersihkan makam dan berdoa mereka berkeliling kampung untuk mengingatkan bahwa besok kita akan mulai puasa.

Mereka saling bersalaman dan menggelar makan bersama dan menghelat pertunjukan pada malam harinya.

Papajar berasal dari kata fajar. 

Karena lidah orang Sunda sulit mengucapkan huruf "f" maka menjadi pajar.

Papajar ini dilakoni oleh masyarakat Sukabumi dan Cianjur.

Tradisi yang konon hadir sejak abad ke-16 itu ritual dengan menggelar tikar dan makan bersama.

Mereka menantikan fajar esok hari dimana mereka akan mulai berpuasa.

Biasanya digelar di tempat wisata Pelabuhan Ratu di Kabupaten Sukabumi dan Selabintana di kota Sukabumi.

Ngaliwet adalah membuat nasi liwet.

Biasanya digelar di Ciamis melibatkan para santri.

Para santri itu membuat nasi liwet untuk dimakan bersama sebagai simbol bahwa esok mereka akan mulai menjalankan ibadah puasa.

Selamat menyongsong tibanya bulan Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun