Tanah Jawara (regional.kompas.com)
Sejak hadirnya TV Digital di masyarakat seperti yang didengung-dengungkan pemerintah, disitu kita temukan salah satunya channel JPM.
Di JPM (Jawa Pos Multimedia) itu kita sering mendengar "seputar berita dari Tanah Jawara".
Kita sudah bisa menebak yang dimaksudkan Tanah Jawara ini adalah wilayah Banten.
Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar mengapa Banten ini disebut juga dengan Tanah Jawara?
Kisah ini berawal dari dihancurkannya Kesultanan Banten di abad ke-19 oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda (masa jabatan 1808-1811), Herman Willem Daendels.
Tanpa adanya Sultan yang memerintah, maka kondisi tersebut semakin membuat rakyat Banten semakin tertekan dibawah pemerintahan Hindia-Belanda.
Kondisi tersebut memicu munculnya pemberontakan dari rakyat Banten kepada pemerintah Hindia-Belanda dibawah pimpinan Gubernur Jenderal yang yang dijuluki dengan "Mas Galak" itu.
Disebut demikian, karena tanpa mengenal ampun Daendels memaksa penduduk Jawa untuk membangun jalan raya pos sepanjang lebih dari 1.000 kilometer yang menghubungkan antara Anyer hingga Panarukan.
Pemberontakan pun akhirnya pecah dari rakyat Banten dimana para kyai ikut turun tangan memimpin pemberontakan.
Seiring dengan itu, muncul pula para jago silat dengan segala kekuatan magis mereka.
Para jagoan silat dari Banten ini terkenal sebagai jagoan santet.
Pengalaman saya sendiri semasa kecil di sebuah kota kecil di Jawa Barat, saya mengenal seorang jago silat yang berasal dari Banten, namanya Aki Aep.
Aki Aep menyuruh saya dan beberapa teman untuk memegang sebatang bambu.
Aki Aep lalu komat-kamit mengucapkan mantera, sembari kedua tangannya diputar-putar.
Apa yang terjadi kemudian, bambu yang dipegang saya dan teman-teman itu bergerak sendiri, terbang ke udara.
Mirip dengan "bambu gila" di Maluku dimana bambu yang dipegang oleh sejumlah orang dapat bergoyang sendiri.
Bukan hanya sampai disitu, Aki Aep juga pernah kesurupan. Ya, kesurupan.
Aki Aep menggerak-gerakkan tubuhnya dengan tanpa sadar melakukan gerakan silat. Aki juga mendekati seorang penjual makanan dan meraup makanan tersebut tanpa disadarinya.
Namun ada juga yang mengatakan Aki bukan kesurupan tapi mengalami gangguan jiwa akibat penderitaan hidup yang dialaminya.
Kembali kepada pemberontakan rakyat Banten di atas, para jagoan beladiri  beserta kekuatan magis dengan sekuat upaya membantu para kyai dalam melakukan perlawanan kepada Belanda.
Jika ditilik lagi, para kyai di masa itu mempunyai dua murid.
Murid yang diajarkan dan mendalami ilmu agama disebut dengan santri, sedangkan yang mendalami ilmu beladiri dan kekuatan magis disebut dengan para jawara.
Para kyai memberikan ilmu kesaktian kepada para jawara itu berupa ilmu kebal, kanuragan, atau brajamusti.
Sebagai catatan, Kesultanan Banten itu mulai berdiri sekitar tahun 1526 oleh orang-orang dari dari Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon yang memperluas wilayah pengaruhnya ke pesisir barat Pulau Jawa.
Penghancuran Kesultanan Banten itu berawal dari murkanya Daendels karena Sultan Banten pada waktu itu, Syaifuddin, menolak permintaan Daendels untuk meneruskan proyek pembangunan Jalan Raya antara Anyer-Panarukan.
Daendels meminta ribuan tenaga.
Alih-alih mengabulkan, Sultan Syaifuddin malah memenggal kepala Du Puy, utusan khusus Daendels. Kepala Du Puy lalu dikirimkan ke Daendels.
Saking murkanya, Daendels memerintahkan anak buahnya untuk memporak-porandakan Keraton Surosowan dan Kaibon.
Itulah cikal bakal Belanda semakin memberikan tekanan kepada Banten sehingga memicu munculnya pemberontakan yang dipimpin para kyai dengan dibantu oleh para jawara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H