Jika ditilik lagi, para kyai di masa itu mempunyai dua murid.
Murid yang diajarkan dan mendalami ilmu agama disebut dengan santri, sedangkan yang mendalami ilmu beladiri dan kekuatan magis disebut dengan para jawara.
Para kyai memberikan ilmu kesaktian kepada para jawara itu berupa ilmu kebal, kanuragan, atau brajamusti.
Sebagai catatan, Kesultanan Banten itu mulai berdiri sekitar tahun 1526 oleh orang-orang dari dari Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon yang memperluas wilayah pengaruhnya ke pesisir barat Pulau Jawa.
Penghancuran Kesultanan Banten itu berawal dari murkanya Daendels karena Sultan Banten pada waktu itu, Syaifuddin, menolak permintaan Daendels untuk meneruskan proyek pembangunan Jalan Raya antara Anyer-Panarukan.
Daendels meminta ribuan tenaga.
Alih-alih mengabulkan, Sultan Syaifuddin malah memenggal kepala Du Puy, utusan khusus Daendels. Kepala Du Puy lalu dikirimkan ke Daendels.
Saking murkanya, Daendels memerintahkan anak buahnya untuk memporak-porandakan Keraton Surosowan dan Kaibon.
Itulah cikal bakal Belanda semakin memberikan tekanan kepada Banten sehingga memicu munculnya pemberontakan yang dipimpin para kyai dengan dibantu oleh para jawara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H