Meskipun Esteghlal menang dalam laga itu namun media sosial menyebutkan kemenangan sebenarnya adalah momen bersejarah dimana perempuan Iran boleh nonton bola lagi sejak tahun 1979 atau 43 tahun yang lalu.
Revolusi Iran digadang-gadang sebagai revolusi terbesar dalam sejarah dunia setelah Revolusi Perancis dan Revolusi Bolshevik.
Revolusi Iran merubah "aliran" Monarki Iran dibawah kepimpinan Shah Mohammad Reza Pahlevi menjadi Republik Islam Iran dibawah kepimpinan Ayatullah Rohullah Khomeini.
Nah itulah cukai bakal perempuan di sana dilarang menonton sepakbola.
Tragis, pada tahun 2019 Sahar Khodayari, seorang wanita Iran yang menyamar sebagai laki-laki nonton langsung di Stadion untuk mendukung tim favoritnya Esteghlal.
Karena takut dijebloskan ke penjara, "Gadis Biru" membakar diri hingga tewas.
Disebut "Gadis Biru" karena seragam tim favoritnya berwarna biru-biru.
Kematian "Gadis Biru" memicu protes dari sejumlah kalangan. Mereka meminta FIFA untuk memboikot Iran dari ajang internasional.
Awal bulan Agustus 2022 yang lalu FIFA sudah mengirimkan surat ke pemerintah Iran yang mendesak diperbolehkannya wanita berpartisipasi, karena larangan menonton bertentangan dengan Undang-undang Persepakbolaan Dunia.
Imam Ahmad Alamolhada, yang memiliki peranan paling penting untuk mengambil keputusan di Republik Islam Iran mengatakan perempuan harus dipisahkan dari laki-laki karena vulgar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H