Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari Pilihan

Mengenal Sejarah Batik Nusantara, dari Hanya Digunakan Petinggi Keraton, 'Baju Kondangan', Hingga Mendunia

4 September 2022   11:07 Diperbarui: 4 September 2022   11:27 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ditelusuri lebih jauh, dalam sejarahnya batik yang penuh makna bahkan sudah dikenal di era Majapahit. 

Batik lantas berkembang di lingkungan keraton di Solo dan Yogyakarta, baru setelahnya pengrajin batik juga keluar dari lingkungan keraton di wilayah Pulau Jawa lainnya hingga ke berbagai wilayah Nusantara.

Batik pada masa itu hanya digunakan oleh para petinggi keraton beserta keluarganya.

Dalam bukunya yang berjudul "History of Java" Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris di Nusantara 1811-1816) menuliskan ada 100 motif batik yang dijumpainya di Jawa.

Seorang peneliti budaya dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha yang bernama Christine Claudia Lukman mengatakan motif batik di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mengalami akulturasi antara Jawa dan Cina.

Hal tersebut dikarenakan banyaknya orang-orang dari Cina yang berlayar ke wilayahnya ibu Kartini itu dan menetap di sana.

Batik sempat dicap kuno dan sangat tradisional di masa 1970-2000an karena pada masa itu orang-orang Indonesia lebih menyukai gaya berpakaian barat.

Pada era-era seperti itu batik sempat dijuluki "baju kondangan". 

Mereka menyapa orang yang mengenakan batik "dari kondangan ya?"

Namun stigma ini kembali bangkit setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 2 Oktober 2009 sebagai Hari Batik Nasional.

Bahkan kemudian batik diterapkan UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan budaya lisan dan budaya Indonesia.

Batik semakin berkembang dengan lahirnya sejumlah desainer Indonesia seperti Itang Yunasz, Oscar Lawalata dan sebagainya yang membawa batik di Indonesia ke mancanegara.

Dari lingkungan keraton di Jawa, hingga ke mancanegara.

Euis Rohaini

Dilansir dari idxchannel, yang teranyar ada seorang pengrajin batik yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, yang layak dijadikan inspirasi dalam mengembangkan usaha batiknya hingga mendunia.

Dari debutnya menjadi pengrajin batik pada tahun 2008, Euis Rohaini (46 tahun) omzet batiknya sekarang mencapai Rp 500 juta per bulannya.

Pada debutnya tahun 2008 seperti yang disebutkan di atas, Euis mendirikan CV Rajasa Mas Jaya.

Pada tahun 2016 wanita itu menemukan ide kreatif yang nantinya merubah hidupnya menjadi pengrajin yang sukses.

Pada saat itu Euis berhasil mengubah limbah kain perca yang dikombinasikan dengan kerajinan bambu dijadikan hiasan.

Berawal dari keikutsertaannya di sebuah pameran ekspor di Jakarta tak disangkanya dia mendapatkan pesanan dari orang Arab Saudi.

Itulah cikal bakal Euis menjadi eksportir, dia mengirimkan 5 kontainer kerajinan buatannya ke Arab Saudi atas pesanan orang Arab tadi.

Pandemi Covid-19 yang berkecamuk tak pelak mempengaruhi usahanya. Pada masa-masa seperti itu omzetnya hanya mencapai Rp 300 juta per bulan. Ketimbang sebelum wabah itu yang berhasil meraup omzet sekitar Rp 500 juta.

Kini Euis mempunyai lebih dari 50 pembatik dengan usia di atas 50 tahun yang bekerja untuknya dari masyarakat sekitar.

Berdasarkan pengalamannya mengekspor, Euis mulai mengikuti sejumlah pelatihan tentang ekspor tersebut.

Pantang menyerah, bermental kuat, dan berkomitmen adalah tiga prinsip yang dipegangnya sejauh merintis usaha batiknya selama 9 tahun ini.

Dari berpakaian kebarat-baratan yang digandrungi anak muda sekarang ini, mengapa kita tidak menemukan karya bangsa sendiri yaitu batik yang justru digemari oleh mancanegara.

Dalam sejarahnya, Batik sempat diklaim oleh Malaysia sebagai milik warisannya, bahkan negeri Jiran itu mengajukan keberatan atas pengakuan dari UNESCO seperti yang disebutkan di atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun