Pandemi Covid-19 yang berkecamuk tak pelak mempengaruhi usahanya. Pada masa-masa seperti itu omzetnya hanya mencapai Rp 300 juta per bulan. Ketimbang sebelum wabah itu yang berhasil meraup omzet sekitar Rp 500 juta.
Kini Euis mempunyai lebih dari 50 pembatik dengan usia di atas 50 tahun yang bekerja untuknya dari masyarakat sekitar.
Berdasarkan pengalamannya mengekspor, Euis mulai mengikuti sejumlah pelatihan tentang ekspor tersebut.
Pantang menyerah, bermental kuat, dan berkomitmen adalah tiga prinsip yang dipegangnya sejauh merintis usaha batiknya selama 9 tahun ini.
Dari berpakaian kebarat-baratan yang digandrungi anak muda sekarang ini, mengapa kita tidak menemukan karya bangsa sendiri yaitu batik yang justru digemari oleh mancanegara.
Dalam sejarahnya, Batik sempat diklaim oleh Malaysia sebagai milik warisannya, bahkan negeri Jiran itu mengajukan keberatan atas pengakuan dari UNESCO seperti yang disebutkan di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H